1. Ajaran Tasawuf Di Buton Pada Abad Ke-19
Sampai abad
ke-17, tasawuf mempunyai peranan yang sangat besar dalam penyebaran islam di nusantara.
Berangkat dari teori ini, kita dapat memahami bahwa Kerajaan Buton, yang
merupakan salah satu bagian dari kawasan Nusantara yang sudah menganut Islam
sebelum abad ke-17, tentu saja telah menerima ajaran tasawuf sejak awal
pengislamannya.
Untuk memahami
ajaran tasawuf yang berkembang di Kesultanan Buton dalam kurun waktu sampai
abad ke-19, abad yang menjadi kajian buku ini, tentunya kita haruis memahami
pula ajaran taaswuf yang pernah berkembang dalam dunia Islam pada masa lalu dan
sampai ke Buton. Hal ini dilakukan karena ajaran itu besar peranannya dalam
mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan tasawuf di Buton pada abad ke-19, dan
sekaligus mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan system kekuasaan di
kesultanan ini.
Ajaran tasawuf
luar yang sampai ke Buton ini dapat ditelusuri melalui naskah-naskah
peninggalan kesultanan, di samping melalui ajaran tasawuf ulama sufi yang
pernah berpengaruh di negeri ini.
2. Ajaran Tasawuf Luar yang Mempengaruhi Perkembangan Tasawuf di Buton
Untuk
memahami corak ajaran tasawuf luar yang mempengaruhi pertumbuhan dan
perkembangan taswuf di Buton, uraian berusahaa menelusuri naskah-naskah tasawuf
“asing” yang merupakan peninggalan Kesultanan. Adapun tulisan-tulisan ajaran
tasawuf itu adalah sebagai berikut :
- Tulisan-tulisan Abu Hamid Muhammad Al-Gazali yang terdiri atas Ihya’ ‘Ulum ad-Din, Bidayah al-Hidayah, Minhaj al-Abidin, KitabAl-Arba’in, Kitab Al-Lubab. Kelima karangan Al Gazali tersebut telah dipelajari di Buton, paling lambat sejak perempat pertama abad ke-19. Hal ini dipahami, karena buku-buku tersebut dijadikan rujukan oleh Muhammad ‘Aidrus Qa’im ad-Din ketika menulis bukunya Raudah al-ikhwan fi’ibadah ar-Rahman (SBF: 68).di samping itu, buku-buku yang disebut kedua dan ketiga terdapat juga naskahnya dalam bnetuk manuskrip di arsip kesultanan. Keduanya disalin oleh ‘Abd al-Khalik, sekretaris sultan Muhammad ‘aidrus (1824-1851). Yang satu diberi judul Bidayah al-Hidayah fi ‘Ilm at-Tasawwuf (SBF: 10), dan yang lain Minhaj al-‘Abidin al-Mansub li Sayyidina Ulil-Kamil al-Mukanmil asy-Syaikh Abu Hamid Muhammad ibn Muhammad ibn Muhammad al-Ghazali (SBF:32). Buku pertama berisi dua bagian ; yang pertama menyangkut perbuatan kepatuhan kepada Allah, da bagian kedua menyangkut perbuatan kedurhakaan kepada Allah yang didalamnya diterangkan tentang berbagai maksiat hati dan tata cara bergaul dengan Allah dan dengan makhluk. Buku kedua berisi bimbingan bagi salik untuk menuju jalan kepada makrifat Allah dan mahabah-Nya agar dapat sampai kepda ridha dan surga-Nya.
- Sebuah tulisan yang berjudul Al-maulid al-Karim war-Rasul al-Azim (SBF:133).A. Mulku Zahari, kolektor naskah-naskah arsip Kesultanan Buton, memberinya judul dengan Nur Muhammad. Tulisan ini dikenal sebagai karya Ibn’Arabi karena di halaman depan tulisan tercantum nama asy-Syekh al-Akbar Muhy ad-Din ibn-Arabi yang disebut sebagai pengarang. Selain itu, isi tulisan itu mengandung konsep al-haqiqah al-muhammadiyyah atau hakikat Muhammad. Hal ini dipahami dari sebuah uraiannya yang berbunyi :”Ketika Allah SWT ingin mewujudkn alam ciptaan dengan takdir-Nya, Dia menampakkan “hakikat Muhammad” dari cahaya-cahaya abadi dengan pengaturan-Nya)”.
Tulisan-tulisan yang dikaji dalam uraian ini adalah naskah-naskah yang
diperoleh dari pejabat-pejabat masa kesultanan atau keturunan mereka, seperti
La Ode Abd. Rahman (Lakina Agama), La Ode Aego (Khatib Mesjid keraton). Dan
yang terpenting lagi adalah Arsip Kesultanan Buton yang dikoleksi oleh A. Mulku
Zahari, sekretaris kesultanan pada masa Kesultanan terakhir. Arsip ini adalah
koleksi pribadinya, dann mikrofilmnya disimpan di KITLV Leiden , Belanda. Koleksi ini berisi selain
nasakah-naskah ajarana agama, juga surat-surat sultan, perjanjian-perjanjian
kesultanan, dan lain-lain. Koleksi ini diistilahkan dengan SBF, sebagai singkatan dari Sultanaatsarchief
Buton Op Film.