Sumber :
Kedigdayaan negeri Buton bukan saja
dikenal karena kekayaan nilai budaya. Namun, kebesaran nama Buton juga didukung
oleh berbagai jejak misteri diseluruh bagian wilayahnya. Masyarakatnya memiliki
prinsip yang kental dalam mengaktualisasikan nilai nilai budaya dalam kehidupan
sehari hari. Di segala suasana dan setiap kegiatan yang dilakukan, selalu
dikaitkan dengan terjemahan anatomi manusia. Sehingga tercerminlah bahwa
disepanjang perjalanan kehidupan tidak terlepas dari keyakinan akan kebesaran
Tuhan dalam setiap denyut napas. Keyakinan ini senantiasa hadir dalam setiap
aktivitas.
Tak heran jika dalam catatan sejarah banyak kejadian di Buton yang sulit
terpecahkan dengan logika berpikir dan secara formal. Itulah yang menjadi salah
satu keajaiban yang hingga saat ini menjadi tanda tanya besar yang juga dinilai
sakral. Itulah sebabnya, kemanapun mereka pergi, prinsip yang teguh ini dapat
menjadi pendorong semangat dalam menentang pahit getirnya kehidupan.
Dari bentuk dan tekstur daratan, tampak tanda tanda misteri yang menjelaskan
bahwa ribuan tahun silam pulau Buton muncul dari setitik busa dari tengah
samudera yang dikenal dengan “Bura Satongka”. Dapat diperhatikan dari wilayah
pesisir pantai sepanjang puluhan kilometer terdapat tebing tebing layaknya
karang ditengah lautan. Kondisi ini dapat disaksikan di beberapa lokasi seperti
di seputar kawasan pantai kelurahan Wameo kecamatan Betoambari, kelurahan Bone
Bone memanjang hingga pesisir pantai menuju kecamatan Batauga.
Ada yang menarik di sepanjang pantai kota Bau-Bau. Yakni terdapatnya sederetan
batu karang dengan bentuk yang unik dan misteri di sepanjang pantai. Dimulai
dari pantai kelurahan Wameo, disana terdapat sebuah batu yang disebut Batu
Poaro. Bentuk batu ini seperti sebuah talang berkaki. Ada yang mengatakan jika
pada saat air laut pasang posisi batu ini seolah bergeser naik menuju tepi
pantai menjurus ke darat. Sedangkan ketika air laut surut seolah posisinya juga
akan bergeser mengikuti arah bergeraknya air surut.
Bergerak ke bagian barat kita akan menemukan sebuah tebing di perbatasan
kelurahan Wameo dan Tarafu. Dibagian darat terdapat sebuah tebing yang oleh
penduduk setempat disebut “Watotokeo”. Sekitar 50 meter diperkirakan terdapat
karang ditengah laut dengan ukuran besar sehingga pada saat air laut surut
menimbulkan pusaran air yang cukup cepat. Kawasan ini jarang dimanfaatkan kapal
nelayan untuk berlabuh. Setelah pesisir pantai kelurahan Tarafu, kita akan
menemukan pantai kelurahan Bone Bone. Di lokasi ini ada beberapa tanda misteri
yang juga menarik untuk dikaji. Dibagian barat ditemukan beberapa buah karang
di tepi pantai dengan postur tubuh seekor kuda. Karang ini terdapat ditepi
pantai lingkungan Kaluku kelurahan Bone Bone. Posisi karang ini menghadap arah
selatan membelakangi posisi jenazah ketika dimakamkan. Andai karang ini dapat
bicara, dengan posisi yang tunduk seolah menyapa setiap nelayan turun melaut.
Kemudian juga terdapat sederetan karang berjejer seolah menjadi pagar
perbatasan antara laut dan daratan (Lokasi Mata Malei). Jika kita melanjutkan
perjalanan menuju pesisir pantai barat kita akan menemukan dua buah batu yang
berada disela sela tebing pesisir pantai. Keduanya masing masing berbentuk babi
(Kabawu bawu) dan seekor ayam (Manu Jawa).
Keduanya berdampingan dipesisir tebing perbatasan
kelurahan Bone Bone dan Katobengke seolah menyapa setiap perahu yang melintas
masuk atau keluar teluk Bau-Bau. Sekitar dua puluh meter kearah barat juga
ditemukan sebuah gua yang memiliki tiang pada bagian tengah ditepi pantai (Lia
polosa). Tempat ini sering menjadi peristirahatan para nelayan untuk berteduh
(ketiganya berada diantara Dermaga Pertamina depot Bau-Bau dan Bonekom). Masih
ada sebuah deretan karang tepi pantai menuju arah barat yakni yang dikenal
dengan “Batu Butti”. Pemandangan “Batu Butti” ini sangat indah disaksikan jika
kita memasuki perairan teluk Bau-Bau berhadapan dengan pulau Kadatua. Di bagian
atas tebing ‘Batu Butti’ ini terdapat sebuah makam leluhur Buton yang terkenal
yakni “Betoambari” yang saat ini diabadikan menjadi nama sebuah kecamatan di
kota Bau-Bau. Konon, makam yang terdapat dibawah rimbunan pohon ini jarang
ditemukan helai daun disekitar makam sehingga selalu tampak bersih. Ini juga
tentunya mengandung makna tersendiri. Lokasi Batu Butti ini juga menurut
sejarah merupakan pintu gerbang keramat yang berhadapan dengan pohon kembar
‘Kau Ruapuuna’ yang terletak dipulau seberang (bagian Buton Barat). Menurut
sejarah pula, jika ada sebuah armada laut yang memasuki wilayah pusat
kesultanan Buton dengan niat ingin menghancurkan Buton ketika melewati pintu
gerbang ini akan menghadapi malapetaka.
Bagi warga Buton ataupun yang bermukim di kota Bau-Bau, beberapa tanda ini
mungkin saja mengandung sejuta makna atau cerita. Namun, sejauh ini belum ada
sebuah tulisan yang bisa menjadi kajian untuk menjadi sebuah literature.
Sehingga banyak yang menilai jika keberadaan karang tepi pantai serta beberapa
tanda lain yang unik ini hanya bersifat natural. Ini yang masih menjadi tanda
tanya dan misteri yang mungkin butuh kajian mendalam.
Percaya atau tidak, namun bagi masyarakat Buton (Wolio) dilokasi perantauan
yang memegang prinsip bahwa “Tana Wolio” diyakini sebagai sebuah berkah
(Kabarakatina Tana Wolio)maka disepanjang perjalanan hidupnya dinegeri orang
niscaya akan memperoleh kemudahan dan senantiasa terhindar dari masalah. Namun,
tidak sedikit yang mengalami kondisi sebaliknya karena menyepelekan hal ini
ataupun sampai melupakan prinsip (Fahamu) yang lahir serta berkembang di Tana Wolio
/ Butuuni.