" Jika cinta itu LOOPING while (Love) { withYouForever(); protectYou(); lovingYou(); makeYouHappy(); eternalLove(); }"

 

Tuesday, May 27, 2014

Kerajaan Buton Dalam Pengembangannya

0 comments


Nama                                     :   Laelangi;
Nama yang lain                       :     Mobolina pauna;
Masa jabatan                            :     1579 s/d 1616;
Meninggalkan kedudukan     :     Wafat;
Di mana dimakamkan            :     Di tanailandu dalam benteng Keraton;
Gelar kesultanan                     :     Sultan Dayanu Ikhsanuddin;
Aliran bangsawan                   :     Tanailandu yang ke 1.

F Asal-Usul Dan Kejadian-Kejadian Bersejarah
Dalam masa pemerintahan Sultan Dayanu Ikhsanuddin telah berhasil disusun kemudian diundangkan Undang-Undang Kerajaan yang dinamakan “Maratabat Tujuh”. Diterangkan disini bahwa dalam penyusunannya, Dayanu Ikhsanuddin mendapat bantuan dan nasihat-nasihat sepanjang dalam hubungannya dengan hukum Islam dari Syarif Muhammad keturunan Arab yang berada di Buton dalam rangka penyiaran dan pengembangan Islam. Kemudian setelah selesai, dimuka sebuah rapat raksasa yang dihadiri oleh seluruh lapisan masyarakat, dengan mengambil tempat di Daoana Bawo Undang-Undang Wolio tersebut diundangkan dan umumkan oleh Sapati La Singga ditengah-tengahnya orang berpasar dengan kata-kata pengundangannya sebagai sumpahan :
“asodo mpuye, amaropu amasoka ;
  alaintobe teemo boli aseye ;
  ikiwaluna ipolangona malingu ;
  mobaliyya atawa arangania ;
  teemo duka atawa apakuraia ;
  bari-baria syara idihangi mami”.
Arti terjemahannya secara lettenlijk :
“demam malaria, hancur lebur dan binasa ;
  mati mendadak dan tidak sampai ;
  kepalanya ditikar dibantalnya siapa saja ;
  yang merobah atau menambahnya ;
  dan juga atau mengurangi ;
  segala ketentuan yang kami tetapkan ini ......1)”.
Perlu dijelaskan maksud dari pada pengundangan di atas, bahwa “merobah”, menambah atau “mengurangi”, adalah dimaksudkan perubahan, penambahan dan pengurangan yang sifat dan akibatnya membawa kerugian bagi rakyat atau akan memberatkan rakyat dan yang bertentangan dengan ajaran dan hukum Islam, yang karena itu membawa keuntungan diri pribadi pejabat kerajaan yang membuat perubahan, penambahan dan pengurangan itu. peristiwa ini terjadi ± 1610 M......2).
            Sesudah pengundangan Undang-Undang Kerajaan tersebut Dayanu Ikhsanuddi mengadakan penerbitan dan perbaikan untuk kesempurnaan aparat kesultanannya dengan menghapuskan jabatan “Tunggu Weti”, karena tidak sesuai lagi dengan keadaan dan sebagai penggantinya diadakan jabatan baru gelar Bontogena.......3). sebagai Bontogena yang pertama dipercayakan kepada “La Laja” yaitulah “Kosokana” dan “Umane Ogena”, masing-masing sebagai Bontogena Matanayo dan Bontogena Sukanayo. Dapat ditambahkan bahwa disamping karena tidak sesuai lagi dengan keadaan maka penghapusan Tunggu Weti itu adalah juga dimasudkan sebagai peningkatan hukum adat utamanya dibidang keuangan kerajaan yang memerlukan pengawasan yang lebih cermat lagi teliti dengan tugas yang lebih teratur. Tidaklah berlebihan diuraikan sekedar asal-usul dari pejabat baru tersebut yaitu La Laja adalah anak dari La Saompula seterusnya ke atas : anak dari La Karakamba; anak dari Raja Manguntu; anak dari Bataraguru Raja Buton ke III. Sedangkan Umaneogena atau juga dikenal dengan nama “Bulumuncu” adalah anak dari Sangia Lampenane; anak dari Lasiridatu, yang karenanya ayah Bulumuncu tersebut bersaudara kandung dengan Sultan Dayanu Ikhsaniddin.
Sebelumnya menjabat sebagai Bontogena, Bulumuncu juga menjabat sebagai Bontona Barangkatopa.
Dibidang pertahanan juga tidak ketinggalan diadakan peningkatan dan diadakanlah pula jabatan baru dengan gelar “Kapitaraja” atau juga disebut “kapitalao” yang ditunjuk sebagai kepala ketentaraan. Orang yang pertama yang menduduki jabatan tersebut tidak diketahui lagi dan jabatan ini juga terdiri atas dua bagian yaitu Kapitalao Matanayo dan Kapitalao Sukanayo. Gelar Kapitaraja kalau dalam suatu penugasan didarat dan sebagai Kapitalao pada penugasan dilaut; perhatikan “Kapitan” dan lao berasal dari laut.
Dari segi lainnya Dayanu Ikhsanuddin telah sepakat pula bersama kedua sepupunya yaitu La Singga Sapati dan La Bula Kenepulu, yang direstui oleh pembesar kerajaan, membagi kaum bangsawan dalam tiga aliran atau golongan yang disebutkan “kamboru-mboru talupalena”. Ketiga golongan kaum bangsawan dimaksudkan adalah mereka sendiri bertiga. Haji Abdul Ganiyu dalam buku syairnya yang masyhur itu memberikan nama kesatuan terhadap Laelangi, La Singga dan La Bula dengan sebutan “lalaki talu miana”, artinya “bangsawan yang tiga”.
Ketiga Kamboru-Mboru tersebut adalah :    

  1. Laelangi menduduki aliran kaum bangsawan Tanailandu ;
  2. La Singga menduduki aliran kaum bangsawan Tapi-Tapi ;
  3. La Bula menduduki aliran kaum bangsawan Kumbewaha .

Adapun nama yang diberikan pada ketiga aliran kaum bangsawan itu diberikan menurut nama tempat tinggal dari masing-masing pembentuk Kamboru-mboru. Itulah pula sebabnya sehingga Sapati La Singga dinamakan pula dengan “Sangia I Tapi-Tapi” sedangkan La Bula dengan “Laki Mancuana I Kumbewaha” kemudian Laelangi dengan “Sangia I Tanailandu”.
Pengertian Kamboru-mboru menurut makna kiasannya adalah bahwa ketiga kaum bangsawan itu menjadi tiang keteguhan dan pendukung serta pembela karena keahliannya, karena keberaniannya, karena bendanya terhadap rakyat yang berada dalam naungannya. Sedangkan pengetian “letterlijk” adalah tiga batang kayu yang diikat pada bagian atasnya kemudian didirikan dan diikat pada ujungnya kayu itu dapat diletakkan nyiru atau lainnya untuk menjemur sesuatu (berkaki tiga seperti kaki tustelfoto masa lampau). Ketiga golongan bangsawan itu tidak mempunyai perbendaan diantara bertiga dan sama berhak dalam menduduki jabatan adat, dari jabatan bawah sampai tingkat Sultan.
Dengan ini menjadilah secara tradisi turun-temurun ketiga pembentuk Kamboru-mboru tersebut dengan sebutan :

  1. Kaum Tanailandu adalah mereka yang berasal dari keturunan Laelangi ;
  2. (2).    Kaum Tapi-Tapi adalah mereka yang berasal dari keturunan La Singga ;
  3. (3).    Kaum Kumbewaha adalah mereka yang berasal dari keturunan La Bula.

Untuk melengkapi uraian ini dan agar jelas asal-usulnya dari pada ketiga aliran bangsawan di atas dimana mereka itu berasal dari satu keturunan, sehingga karena itu mempunyai hak yang sama maka ikutilah penulisan dibawah ini.

A.     TANAILANDU.

(1).  Wa Kaa Kaa Raja Buton I bersuamikan Sibatara selanjutnya beranakkan Bulawambona ;
(2).  Bulawambona Raja Buton II bersuamikan La Baluwu Menteri Baluwu anak dari menteri Baluwu I Sangariarana, selanjutnya beranakkan Bataraguru ;
(3).  Bataraguru Raja Buton III beristrikan Waeluncungi anak dari Dungkung Cangia, selanjutnya beranakkan :
1.    Raja Manguntu ;
2.    Tua Maruju ;
3.    Tua Rade dan
4.    Kiyjula (anak Bataraguru dari gundik).
(4). Kiyjula beristrikan Wa Randoa putri dari La Tiworo Raja Tiworo Mobetena I Paria dengan Wasitao anak dari Raja Konawe selanjutnya beranakkan Watubapala ;
(5).  Watubapala bersuamikan Sugimanuru Raja Muna yang ke III anak Raja Muna ke II yang bernama Sugilaende, terakhir ini Raja Muna I La Eli yaitulah Batalaiworu, selanjutnya beranakkan Murhum ;
(6).  Murhum Raja Buton ke VI Sultan yang ke I beristrikan Wa Sameka anak La Ngunjaraji Sangia I Tete, selanjutnya beranakkan :
1.    Wasugirampu ;
2.    Paramasuni dan ;
3.    Wa Bunganila.
(7).  Paramasuni bersuamikan La Siridatu dan mempunyai delapan orang anak diantaranya seorang putri dan diantara ketujuh putranya itu terdapatlah Sultan Dayanu Ikhsanuddin.

B.   TAPI-TAPI DAN KUMBEWAHA.

(1). Dari adalah 1 s/d 6 tersebut pada asal usul Tanailandu sama dengan Tapi-Tapi dan Kumbewaha ;
(2).  Wa Bunganila bersuamikan La Kabaura yang selanjutnya beranakkan La Singga dan La Bula ;
           
Demikianlah asal-usul dari ketiga Kamboru-mboru tersebut di atas yang selanjutnya karena asal-usul itu dari Wa Sameka, maka WA SAMEKA dinamai juga “Inana Talu Labuana” artinya “ibu dari ketiga aliran bangsawan”.
Lebih jauh dapat diterangkan bahwa sebelumnya Murtabat Tujuh itu diumumkan, semua kaum bangsawan dan kaum Walaka yang bertempat tinggal diluar ibu kota kesultanan dipanggil untuk kembali guna turut menghadiri dan mendengarkan pengumuman pengundangan Undang-Undang Kerajaan yang diadakan khusus tetapi dari sebagian besar menjawab, “biarlah kami menetap saja ditempat kediaman kami sekarang dan apa yang telah dimufakati oleh syarat kerajaan kami turut menyetujuinya. Disinilah awal mula adanya “analalaki” dan “limbo” yaitu mereka Bangsawan dan Walaka  yang tidak lagi memenuhi panggilan syarat kerajaan itu, menjadikan derajat kebangsawanannya turun setingkat lebih rendah dan tidak lagi diperkenankan untuk menduduki jabatan adat sebagaimana halnya sebelum pengundangan Murtabat Tujuh (baca uraian khusus tentang analalaki dan limbo pada bagian Sultan Muh. Idrus).
Dalam rangka penyiaran dan penyebaran serta pengembangan agama Islam dalam tahun 1580 Sultan Ternate Baabullah putra Sultan Harun berada di Buton. Kedatangan beliau ini mendapat sambutan secara adat kebesaran Raja-Raja oleh Sultan Dayanu Ikhsanuddin dan segenap orang-orang besar kerajaan, namun sebelumnya Sultan Baabullah diterima di istana dengan menyamar sebagai seorang nelayan layaknya Mojina Kalau Abdullah di pelabuhan Bau-Bau mendatangi tumpangan Baabullah dan dalam soal jawab diadakan antara Baabullah dan Abdullah, tersimpul dalam kalimat pengucapan salah seorang diantara anggota rombongan Baabullah, “sedangkan nelayannya sudah demikian cakapnya apalagi kalau Sultannya”.
Dan dalam pertemuan resmi atas pertanyaan Baabullah dijawab bahwa kami sejak lama sudah memeluk Islam, yaitu sejak kakek kami dahulu Sultan Murhum.
Data tahun kedatangan Baabullah di Buton sebagaimana disebutkan di atas, yang menjadi bahan penunjang ilmiahnya adalah tulisan A. Ligtvoet :

“Het eerste, dat ons omtrent de geschiedenis van Boeton bekend is, is de verovering van ndit lijk en deinvoering van den Islam aldaar door den vorst van Ternate Baaabullah in 1580, welkn vorst echtar geen andere verplichtingen aan Boeton oplegde dan het jaarlijks zenden van een geschenk aan hem en zijn opvelger....4)”. 

Peristiwa lain dan dalam hubungan pengembangan Islam di Buton pada masa Dayanu Ikhsanuddin adalah Kalingsusu dengan riwayatnya sendiri sebagai berikut:
Dalam suatu perkunjungan yang dilakukan oleh Sultan Dayanu Ikhsanuddin Laelangi di Kalingsusu, seluruh penduduk telah menyatakan kesediannya untuk masuk menjadi penganut agama Islam, yang dicetuskannya dalam suatu pertemuan yang diadakan khusus dalam menyambut kedatangan Sultan Laelangi. Bertindak sebagai juru bicara dari Kalingsusu pada waktu itu “Kopasarana” saudara “Sangia I Eya”, anak dari “Wa Bilahi” dengan Laelangi Sultan Dayanu Ikhsanuddin.
Dalam zaman Sangia I Eya di Kalingsusu baru terdapat 2 kampung yang berarti yaitu “Kampani” dan “Kancuancua”. Pada masing-masing kampung itu dikepalai oleh seorang yang bergelar Bonto. Kedua Bonto inilah yang memegang peranan utama dan menjadi penasihat Raja Kalingsusu. Adapun Sangia I Eya itu bernama Laodeode, sebagaimana diuraikan di atas putra Laelangi dengan Wa Bunganila di Kalingsusu. Pada masa pemerintahan La ode Kalingsusu mulai diberi kekuasaan untuk mengatur rumah tangganya sendiri oleh Sultan Buton Laelangi, dan disertai dengan batas daerah kekuasaan serta perairan dan syaratnya. Batas daerah dan perairan pada sebelah selatan sampai ke kali Bubu, disebelah utara dengan Uwena Walanda, pelabuhan orang-orang Kompeni dimasa lampau mengawasi pelayaran-pelayaran Makassar dari Ternate atau ke Ternate dalam perdagangan cengkih dan pala. Pikiran ini didukung oleh A. Ligtvoet 0yang menulis antara lain tentang nama Uwena Walanda dan kemudian menjadi Labuhan Belanda sebagai berikut : 

            Daar zij echter niet in een dag de geoo emde baai kunnen bereikan, en het met dag eeg op de vele reven langs de oestkust van Celebes en het gehealon tbrekenvan vuurtorens niet raadzaan is des nacht door te stoomen, gaan zij tegen zonsondergang onder den wal van Boeton ten anker, gewoenlijk op eenplaats, niet ver van den noordelijken uitgang derstraat, naar nog daarin gelegen, dio sedert langden naam van Laboewan Balanda, dat is : Hollandsche anker plaats, draagt. Daar de suprintedent voor de destersche gewesten Arnold de Vlamingvan Outshoorn in December 1654 on Januari 1655 vrij lang met een vlootbij den noordelijken ingang van straat Boeton ten anker gelegen heeft, en de Makassaren, die naar de Molukken wilden, on de opstandilingen bij te staan, op te wachten is het niet onmogelijk dat Laboewan Belanda daaraanzijn naam ontleend heefl......5)”.           

Demikianlah sehingga Kalingsusu menjadi Barata dalam syarat Buton. Berturut-turut keterangan bahwa di atas diperoleh dari Sangia I Eya. Menurun kepada Sangia Koloncusu, seterusnya Mokawana Lelena, Sangia I Bangkudu, Sangia I Bone, Yarona Koloncusu Baahira dan La Ode Sampe Wolio. Selanjutnya asal Kalingsusu dari pihak perempuan dari Wa Sameka (bukan Wa Sameka inana Talu Labuana, tetapi hanya kesamaan nama saja), beranakkan Wa Kapili yang dikawini oleh Sangia I Eya selanjutnya beranakkan Sangia Koloncusu. Seorang putrid dari Sangia I Eya yang bernama Wa Kotanda dibawah lari oleh Tomba Mohalo ke Ternate dengan pengawalnya yang terdiri dari 40 kepala keluarga.
Setelah berita kedatangan Tomba Mohalo sampai pada Sultan Ternate, maka karena Wa Kotanda asal bangsawan Buton diperintahkan untuk kembali ke Buton dengan pengawalnya 20 kepala keluarga, yaitu sebagian dari kepala keluarganya semula, sedangkan yang lainnya yaitu 20 kepala keluarga sisanya tinggallah menetap di Ternate bersama Tomba Mohalo dan tinggal pada suatu tempat tersendiri.
Itulah pula selayang pandang sejarah asal Kalingsusu menjadi Barata dan masuknya Islam di sana.
Dalam rangka kelengkapan serta kesempurnaan jalannya persuratan kerajaan Laelangi mengadakan pula jabatan sekretaris kerajaan yang dijabat oleh sendirinya.
Kemudian dalam bidang perhubungan diplomasi dengan kerajaan luar Buton pada tanggal 5 Januari 1613 Komandeur Apollo nius Schot atas nama Kompeni semufakat dengan Sultan Dayanu Ikhsanuddin untuk menutupi kontrak perjanjian persahabatan dan masing-masing pihak telah berjanji:

a.   Pihak Kompeni Belanda Apollonius Schot.
  1. Memberikan bantuan dan perlindungan kepada Kerajaan Buton apabila mendapat serangan dari kerajaan lain ataupun kerusuhan dan pertentangan-pertentangan yang terjadi di dalam kerajaan Buton sendiri dan memerlukan bantuan, untuk mana sementara dibangun 2 bouwlwerken yaitu baluara dan godo dipinggir pantai Bau-Bau kira-kira dikampung Meo-Meo sekarang dengan dilengkapi 4 pucuk meriam lengkap dengan pelornya dan mesiunya. Dan untuk melayani meriam ini sementara ditinggalkan beberapa orang Kompeni di Buton guna memberikan petunjuk dalam menggunakan meriam itu;
  2. Tidak mengganggu dan menyulitkan rakyat Buton serta Raja dan pembesar-pembesar kerajaannya, di dalam kepercayaan beragama;
  3. Melalui Kompeni kepada Sultan Ternate dan orang-orang besar kerajaan Ternate diminta perhatiannya agar supaya memberikan peringatan kepada orang-orangnya yang datang di Buton dalam urusan-urusan kerajaan, hendaknya tidak mempersulit urusan dan supaya kepada setiap perutusan diberikan surat keterangan yang jelas disertai dengan cap kerajaan yang resmi;
  4. Hal ini disebabkan karena sudah seringkali terjadi pemalsuan dari surat-surat keterangan dan nama jabatan Sultan Ternate sendiri. 
  5. Pemasukan uang logam oleh Kompeni yang berlaku pula di dalam kerajaan Buton sebagai mata uang yang sama nilai pemakaiannya dengan uang kerajaan Buton sendiri.
b.   Pihak Buton Dayanu Ikhsanuddin.

  1. Memerangi musuh kerajaan Ternate serta musuh dari kompeni;
  2. Memberikan bantuan tentara kepada Kompeni apabila berangkat ke Solor sesudah perjanjian ini selesai ditanda tangani dengan tumpangan yang disediakan oleh Kompeni, kora-kora namanya;
  3. Pengawasan tentang pengendalian penetapan harga kebutuhan bahan pokok sehari-hari supaya dipegang teguh, karena sudah sama disepakati;
  4. Tidak mengadakan hubungan perdagangan dengan kerajaan lain kecuali dengan Kompeni, pelindung kerajaan Buton;
  5. Orang-orang Belanda tidak akan dimintai suatu pembayaran berupa bea dan kepada mereka itu diberi kesempatan guna berdagang dengan bebas di dalam kerajaan Buton;
  6. Menerima pemasukan beras terutama dari Maluku;
  7. Tentara Kompeni dapat mengawini perempuan asal kaula kerajaan Buton yang tidak ada sangkutannya dalam arti ikatan nikahnya dan atas kemauan bersama dan perempuan itu menurut agama suaminya;
  8. Demikian pula tentang pembelian budak oleh Kompeni dengan ketentuan bahwa pelarian budak dari salah satu pihak harus dikembalikan kepada pemiliknya;
  9. Kontrak perjanjian itu juga dimaksudkan dengan perdamaian serta persahabatan dengan Banda, kecuali apabila pecah perang antara Kompeni dengan orang-orang Banda, maka semua orang Buton yang tinggal di Banda dipanggil kembali,6).
Demikian itulah isi perjanjian Schot Dayanu Ikhsanuddin, yang dialih bahasakan secara bebas oleh penulis dari buku A. Ligtvoe, perjanjian mana dalam sejarah Buton dikenal dengan nama “janji baana” artinya “awal mula perjanjian”.
Sebelumnya Schot berangkat meninggalkan Buton ditinggalkannya Koopman Gregorius Cerneliszoon dengan beberapa temannya untuk membantu di dalam pembangunan 2 buah Loji. Inilah pelaksanaan pertama setelah dicapainya perjanjian persahabatan antara kedua kerajaan dan pada tanggal 9 Januari 1613 dengan kepala Terveer, kapal pemburu de Helvemaan dan Kora-Kora kepunyaan Ternate, Schot berangkat ke Solor. Bersama Schot turut serta tentara bantuan dari Buton. Di Solor Schot memerangi Portugis, namun pihak yang diserang dapat bertahan kurang lebih tiga bulan kemudian barulah mengakui kekalahannya pada tanggal 30 April 1613. sesudah Solor Schot berangkat kembali ke Amboina.
Beberapa bulan kemudian setelah perjanjian persahabatan Buton Kompeni, Gubernur Jenderal Kompeni yang pertama Pieter Both berada di Buton sebagai perkenalan pertamanya, yang selanjutnya pada tanggal 29 Agustus 1613 Pieter Both mengambil ketetapan Menguatkan perjanjian Schot Laelangi dengan beberapa ketambahannya sebagai berikut:
  1. Bila Sultan wafat maka sebagai calon penggantinya yang pertama adalah Kamaruddin dan calon kedua Syamsuddin;
  2. Semua bangsa asing seperti Spanyol dan Portugis serta yang lain dapat bebas berada di Buton apabila mendapat persetujuan pihak pertama; Inipun terbatas pada keadaan yang luar biasa seperti tenaganya dibutuhkan dan sebagainya;
  3. Dimana musuh biasa membawa barang dengan perahu dari Surabaya dibongkar di Makassar, dengan pemberitahuan dari Sultan Buton dan atau hasil pemeriksaan Kompeni, perahu itu dapat dirampas beserta muatannya dan barang-barang disita. Kemudian hasil sitaan itu sebagian diserahkan kepada Raja Buton dan sebagiannya untuk Kompeni.
Demikian pula tambahan perjanjian Schot Laelangi yang diadakan Pieter Both. Perlu diketahui pula bahwa kontrak perjanjian Pieter Both di atas menurut arsip yang didapat di Makassar hanya ditanda tangani Pieter Both. Selanjutnya dalam hubungan kedatangan Pieter Both di Buton, Sultan Dayanu Ikhsanuddin telah memberikan keterangan-keterangan seta penjelasan-penjelasannya atas ketentuan Undang-undang Kerajaan Murtabat Tujuh, dimana mendapat penghargaan dari Wakil Tinggi Kompeni tersebut. Dikemudian ternyata dalam tahun 1616, perjanjian Schot dan tambahannya yang dibuat oleh Pieter Both tidak diketemukan, yang mungkin sekali hilang sewaktu kembali ke negeri Belanda atas panggilan pemerintahannya, di pantai Mauritius dalam tahun 1614 pada waktu mana Pieter Both sendiri turut hanyut dan mati lemas dilaut7).
Perjanjian tambahan di atas dikenal di Buton dengan namanya “janji ruaanguna” artinya “perjanjian kedua”.
Demikian dan selamanya pemerintahan Dayanu Ikhsanuddin telah terjadi dua kali penutupan kontrak perjanjian dengan Kompeni Belanda.
Berikut ini diuraikan secara ringkas  isi Murtabat Tujuh dan adalah sebagai berikut:
  • KATA PEMBUKA
Man arafa nafsahu fakad arafa rabbahu artinya barang siapa yang mengenal keadaan dirinya yang sejati, tentunya ia mengenal pula keadaan Tuhannya yang kekal.
  • BINCI BINCIKI KUL
Binci-binciki kuli adalah bahasa Adat, artinya “cubit, cubit kulit”. Maksudnya “cubitlah kulitmu sendiri dan kalau rasa sakit, maka tentunya sakit pula bagi orang lain”. 
Untuk mewujudkannya serta terpelihara dan terjaganya apa yang dimaksudkan dengan binci-binciki kuli, pengsyaratannya perlu ada sifat-sifat pada diri sendiri dengan :
(1).  Pomae-maeka artinya takut menakuti,
(2).  Popia-piara artinya pelihara memelihara,
(3).  Pomaa-maasiaka artinya sayang menyayangi,
(4).  Poangka-angkataka artinya hormat menghormati.
Pokok adat yang menjadi dasar kewajiban pejabat-pejabat kerajaan yang dinamakan “pintu tanah” terdiri dari:
  1. Syarat artinya Undang-undang,
  2. Tuturaka artinya peraturan,
  3. Bitara artinya peradilan dan,
  4. Gau artinya politik/musyawarah.
  • TANTANGAN ATAU KEBALIKAN DARI BINCI-BINCIKI KULI
1.     Sabaragau artinya  hak bersama dimiliki dan dikuasai oleh satu orang tanpa persetujuan bersama,
2.     Lempagi artinya melangkahi. Seperti misalnya si A menyimpan barang pada si B, kemudian si A mengambilnya tanpa setahu si B,
3.     Pulu mosala tee mingku mosala artinya :
a.    Pulu mosala yaitu mengeluarkan perkotaan yang sifatnya menghina dan lain-lain yang semacamnya.
b.    Mingku mosala yaitu :
- Gerak gerik yang menunjukkan ketinggian hati atau keangkuhan, sehingga berpakaian yang tidak selaras dengan kedudukannya. Gila pangkat, gila harta dan gila ketinggian bangsa,
- Melakukan pelanggaran maupun kejahatan. 
4.     Pebula yaitu zina di dalam kampung dan mencari keuntungan pada rakyat dengan jalan menipu.
  • SYARAT-SYARAT PEGAWAI KERAJAAN
Pegawai kerajaan diwajibkan untuk memiliki syarat dan sifat-sifat yaitu :
  1. Sidik artinya benar dan jujur dalam segala hal serta rela berkorban untuk kebenaran,
  2. Tablig artinya mampu menyampaikan segala perkataan yang mendatangkan manfaat kepada rakyat,
  3. Amanat artinya mempunyai rasa kepercayaan kepada rakyat dan sebaliknya dipercaya oleh rakyat,
  4. Fathana artinya pandai dan fasih berbicara.
Sifat-sifat tersebut di atas disebut “amanat  kerasulan” dan menjadi persyaratan utama bagi setiap pejabat Sultan. Selain dari pada syarat-syarat di atas yang kesimpulannya bahwa pegawai kerajaan harus memiliki amanat kerasulan, maka juga wajib memiliki sifat-sifat ketuhanan seperti tercantum di bawah ini guna kelengkapannya sifat kerasulan :
  1. Pegawai kerajaan harus bersifat hayat,
  2. Pegawai kerajaan harus bersifat ilmu,
  3. Pegawai kerajaan harus bersifat kodrat,
  4. Pegawai kerajaan harus bersifat iradat,
  5. Pegawai kerajaan harus bersifat basyara,
  6. Pegawai kerajaan harus bersifat samaa,
  7.   Pegawai kerajaan harus bersifat kalam.
  • SUSUNAN PEGAWAI KERAJAAN
Pangka (pembesar kerajaan).
  1. Sultan jabatan untuk kaum bangsawan,
  2. Sapati jabatan untuk kaum bangsawan,
  3. Kenepulu jabatan untuk kaum bangsawan,
  4. Kapitaraja jabatan untuk kaum bangsawan terdiri atas dua jabatan masing-masing Kapitaraja Matanayo dan Kapitaraja Sukanayo, yang umum dengan nama Kapitalao.
  5. Bontogena jabatan untuk kaum walaka juga dua orang masing-masing Bontogena Matanayo dan Bontogena Sukanayo.
Bonto Siolimbona jabatan untuk kaum walaka, 9 orang.
  1. Bontogena Peropa,
  2. Bontogena Baluwu,
  3. Bontogena Gundu-gundu,
  4. Bontogena Barangkatopa,
  5. Bontogena Gama,
  6. Bontogena Siompu,
  7. Bontogena Wandailolo,
  8. Bontogena Rakia dan,
  9. Bontogena Melai.
Bonto Inunca 11 orang jabatan untuk kaum walaka.
  1. Bontona Dete,
  2. Bontona Katapi,
  3. Bontona Waberongalu,
  4. Bontona Kalau,
  5. Bontona Wajo,
  6. Bontona Sombamarusu,
  7. Bontona Litao,
  8. Bontona Tanailandu,
  9. Bontona Galampa,
  10. Bontona Gampikaro Matanayo dan,
  11. Bontona Gampikaro Sukanayo.
Bonto Lencina Kanjawari jabatan untuk kaum walaka 8 orang.
  1. Bontona Silea,
  2. Bontona Jawa,
  3. Bontona Lanto,
  4. Bontona Waborobo,
  5. Bontona Lantongau,
  6. Bontona Pada,
  7. Bontona Kancodaa dan,
  8. Bontona Barangka.
Jumlah Bonto Siolimbona, Bonto Inunca dan Bonto Lencina Kanjawari berjumlah 28 orang, genap 30 orang dengan 2 orang menteri besar Bontogena sebagai kepala.
Babato atau Lakina 40 orang, jabatan untuk kaum bangsawan.
1.    Lakina Tobe-Tobe,                                   21.   Lakina Kambe-Kambero,    
2.    Lakina Batauga (X) (XX),                       22.   Lakina Tolaki 
3.    Lakina Lasalimu,                                     23.   Lakina Lowu-Lowu,
4.       Lakina Ambuau,                                    24.   Lakina Bombonawulu (XX),
5.    Lakina Kamaru (X) (XX),                        25.   Lakina Tumada (XX),
6.    Lakina Kumbewaha,                               26.   Lakina Wou,
7.    Lakina Kalende,                                       27.   Lakina Lea-lea,
8.    Lakina Lawele,                                         28.   Lakina Kamelanta,
9.    Lakina Baruta,                                          29.   Lakina Kaesabu,
10. Lakina Koroni,                                          30.   Lakina Labalawa,
11. Lakina Wasaga,                                       31.   Lakina Lakudo,
12. Lakina Kokalukuna,                                32.   Lakina Boneoge,
13. Lakina Holimombo,                                 33.   Lakina Kaluku,
14. Lakina Todanga (XX),                             34.   Lakina Kondowa,
15. Lakina Lipumalanga,                              35.   Lakina Kambowa,
16. Lakina Lambelu,                                      36.   Lakina Lolibu,
17. Lakina Wawoangi (XX),                          37.   Lakina Lawela,
18. Lakina Takimpo,                                      38.   Lakina Mone,
19. Lakina Bola (XX),                                     39.   Lakina Burukene dan,
20. Lakina Sampolawa (XXX),                     40.   Lakina Inulu.
Ket : (X)                  :  disebut Babato Baana Meja,
         (XX)               :  disebut Babato Siolipuna,
         (XXX)            :  disebut Babato Mancuana.
Sabandar 1 orang jabatan untuk kaum bangsawan,
Jurubasa 30 orang jabatan untuk kaum walaka,
Talombo 6 orang jabatan untuk kaum walaka,
Gampikaro 60 orang jabatan untuk umum,
Pangalasa jabatan untuk kaum walaka,
Watina Gampikaro 6 orang jabatan untuk walaka Limbo,
Kenipau jabatan untuk umum 2 orang,
Belobaruga 8 orang jabatan untuk anak-anak Walaka,
Tamburu limaanguna 35 orang jabatan untuk walaka,
Kompanyia isyara 14 orang jabatan untuk walaka,
Tamburu pataanguna 28 orang jabatan untuk walaka,
Syarana Agama atau pegawai Mesjid Keraton 60 orang.
  

TUGAS POKOK PEGAWAI KERAJAAN
ÿ  SULTAN.
Sultan karena hukum adat digelari juga dengan KHALIYFATUL-KHAMIS dan kewajibannya yang utama adalah :
  1. Memiliki dengan mata hatinya lautan kalbu hati nurani rakyat,
  2. Menjadi Pemimpin dan Penuntun dalam dan di luar kerajaan,
  3. Menjadi Bapak rakyat di dalam kerajaan,
  4. Memegang keadilan dalam arti memperbaiki sesuai atau tidak menurut adat asal bertujuan kepada kebaikan yang banyak. Pedoman yang menjadi dasar pegangan Sultan ialah “fa aalun limaa yuriydu” artinya “aku berbuat sekehendakku”. 
Kemudian Sultan  diberi kelengkapan yang tersimpul di dalam syarat yang 12, yang disebut dalam bahasa adat “Syara sapulu ruaanguna”. Ketentuan tersebut terdiri dari tiga bagian itu diperinci lagi menjadi 4 pasal:
I.    SYARA JAWA
  1. Payung kain – pau lumbu-lumbu,
  2. Permadani,
  3. Gambi isoda dan,
  4. Somba.
Keempat syarat di atas ada isinya yang menjadi penghasilan jabatan Sultan yaitu:
  1. Perahu yang terdampar atau pecah (tawang karang),
  2. Rampe yaitu barang yang hanyut yang dipungut rakyat,
  3. Ambara yaitu semacam hasil laut dan,
  4. Ikan besar yang tidak dapat dipikul oleh satu orang kecuali dua orang.
II.    SYARA PANCANA
1.     Banto,
2.     Kabutu,
3.     Pomua dan,
4.     Kalonga.
Keempat apa yang termasuk syara pancana di atas adalah berupa hasil kebun yang dalam bahasa adat disebut “antona tana” yang dipersembahkan kepada Sultan. Adapun isi syara pancana itu adalah:
1.     Popene,
2.     Suruna karo,
3.     Tali-tali dan,
4.     Karambau.
Popene artinya membawa keberatan pada Sultan dan orang yang membawa pengaduan karena adat wajib membayar sejumlah uang sebagai pengikut dirinya “suruna karo”. Dan tali-tali adalah tambahan denda sedangkan karambau maksudnya hukuman denda bagi mereka yang melakukan penangkapan kerbau tanpa seizin Sultan di denda 120 boka atau 144 rupiah dan ini semua menjadi penghasilan Sultan.
III. SYARA WOLIO
  1. Isalaaka artinya yang menjadikan bersalah,
  2. Ikodosaaka artinya yang menjadikan berutang,
  3. Ibatuaaka artinya yang menjadikan budak dan,
  4. Imateaaka artinya yang menjadikan mati.
Adapun isi dari syarana Wolio itu adalah:
  1. Belobaruga laki-laki 8 orang,
  2. Belobaruga perempuan 12 orang,
  3. Susua wolio dan,
  4. Susua papara.
Belobaruga laki-laki berasal dari keturunan anak-anak dari Bonto khususnya anak dari kaum walaka yang berusia 7 tahun ke atas. Belobaruga perempuan adalah anak-anak gadis pilihan dari rakyat papara yang disediakan sebagai selir Sultan. Keduabelas anak gadis tersebut didatangkan dari berbagai kadie yang telah ditentukan, seperti misalnya belobarugana Kambowa dari Kambowa, belobarugana Busoa dari Bosoa, belobarugana Tolaki dari Tolaki dan lain-lainnya.
Susua wolio berasal dari keturunan kaum walaka asal Limbo yang tugasnya sebagai pengasuh putra putri Sultan yang banyaknya menurut ketentuan, sedangkan susua papara berasal dari kaum papara yang juga bertugas sebagai pengasuh putra putri Sultan sesuai keperluan. Perlu ditambahkan bahwa susua terdiri dari perempuan yang sebenarnya menyusukan. Susu-a artinya susu tambahan akhiran a nyusui, menyusui.
ÿ  SAPATI  
1.     Sapati tugasnya sebagai pendebat atas kesalahan hukuman atau bicara dengan tidak memandang bulu sampai kepada Sultan sekalipun. Karena itu Sapati disebut juga dengan “Aroana Syara” artinya “Pemuka Syara”.
2.     Dolango maksudnya penahan atau pelindung dari Sultan dan rakyat.
3.     Salambi artinya menguatkan segala kesimpulan musyawara.
4.     Basarapu artinya meneguhkan pembicaraan yang telah menjadi tetap.
5.     Memiliki lida neraca artinya senantiasa berlaku adil.
6.     Memiliki atas dua lautan yaitu batin sendiri kemudian rakyat.
7.     Semua mufakat harus dipegang teguh tidak boleh dirobah dengan berpegan kepada dalil “innal laaha laa yukhliful miy aadi”, artinya “sesungguhnya Tuhan itu tidak merobah-robah janjinya”.
Perbandingkanlah dengan dasar pegangan Sultan yang berbuat sekehendaknya. Oleh karena dasar pegangan kedua pejabat tersebut di atas maka perhubungan Sultan dan Sapati adalah sebagai penghubungan dua mata rantai yang tidak dapat bercerai satu dengan yang lain. Dalam kata adat hubungan itu disebut “pokaina rante  rua seana”. Kemudian kepada Sapati diberikan pertanggungan jawab atas:
  1. Kamali yaitu istana Sultan dan mesjid Keraton,
  2. Baruga yaitu tempat musyawara dan pasar,
  3. Baluara yaitu benteng pertahanan beserta kelengkapan perang, bedil meriam dan lain-lain,
  4. Batu tondo molele artinya kota dan talangkera yaitu tempat meriam dibuat dari pada kayu.
  5. Pintu gerbang benteng dan penutupnya,
  6. Parit dan ranjau (patua saka-saka),
  7. Perahu dan banteanya yaitu tempat pemiliknya,
  8. Tiang bendera dan pakoroana jaga (pengaturan jaga).
Dan kepada Sapati diberikan pula hak untuk memutuskan perkara yang disebut antona kakaana seperti:
  1. Dosa artinya utang dari uang denda yang belum dibayar oleh terhukum/terdenda,
  2. Pasabu artinya memecat kepada orang yang bersalah,
  3. Pomurusi artinya merampas barang bukti dari orang yang bersalah,
  4. Papasi artinya mengasingkan orang yang bersalah,
  5. Pekamate, artinya membunuh orang yang bersalah,
Yang menjadikan penghasilan pejabat Sapati adalah:
  1. Tambena toba,
  2. Botu bitara arataapusaka,
  3. Oaba mopoosena italiku,
  4. Mopalapasina anana,
  5. Obangu tee tobata,
  6. Okaroro 7 boka dan 2 suku,
  7. Okasabe dan,
  8. Pupuna Katapi.
ÿ  KENEPULU
1.    Arataa indaa kawi syaha = harta orang yang tidak kawin syah,
2.    Arataa inununa anana = harta yang dituntut anaknya,
3.    Arataa inununa opuana = harta yang dituntut cucunya,
4.    Arataa inununa opuana itoputu = harta yang dituntut oleh cicitnya,
5.    Arataa inanako = harta asal curian.
Tugas-tugas rahasia dari Kenepulu yang utama adalah memperhatikan segala pengeluhan rakyat. Perhubungan Kenepulu dengan Sapati adalah seperti hubungan suami-istri yang kawin syah, hubungan mana dalam bahasa adat dikatakan “Kenepulu siytu osakawina Sapati”, dan Kenepulu adalah pula sebagai pelindung Sultan.
ÿ  KAPITARAJA
Kapitaraja ada 2 orang dan masing-masing Kapitaraja Matanayo dan Kapitaraja Sukanayo atau yang lazim dengan Kapitalao Matanayo dan Kapitalao Sukanayo dengan pengertian bahwa apabila bertugas di darat dalam pengamanan sesuatu daerah disebut Kapitaraja sedangkan apabila di laut maka dinamakan Kapitalao (kapitan = laut = kapita – lao).
Kapitalao mengepalai tentara kerajaan yang dinamakan “kompanyia pataanguna”. Maksud kompanyia pataanguna ini, orang-orang yang duduk di dalamnya adalah sebagai perwira dari laskar kerajaan yang seluruhnya berjumlah 77 orang.
Kapitalao hanya mengenal perintah “satu kali” saja dalam tugas pengamanan suatu daerah kacau. Artinya dapat kembali sebelum diamankan dan kalau juga kembali sebelum dapat diamankan, maka jabatannya yang menjadi resikonya. Kapitalao juga mengepalai Bobato dalam keamanan perang.
ÿ  BONTOGENA
Bontogena sama juga dengan Kapitalao dua orang dan masing-masing Bontogena Matanayo dan Bontogena Sukanayo. Bontogena karena adat dalam hubungan dengan Sapati adalah gundik dari Sapati. Bandingkan pula hubungan antara Sapati dengan Kenepulu.
Bontogena adalah pula sebagai salah satu belah pedang dari rakyat papara dan Bontogena adalah Sultan batin dari papara, Bontogena berhak untuk menguasai rakyat papara.
Bontogena juga dinamai “tolowiwi” dari Sapati maksudnya pelanggaran adat yang dibuat oleh Sapati, Bontogenalah yang menentangnya yang jika Perlu ditindaki.
Bontogena bertanggungjawab atas 9 pasal tersebut di bawah ini yang berada di dalam pengawasan jabatannya:
  1. Weti atau pajak atau persembahan dari rakyat berupa hasil kebun (antona tana),
  2. Bante juga asal hasil tanah yang dipersembahkan rakyat,
  3. Kabutu persembahan rakyat dari hasil kebun,
  4. Pomua persembahan rakyat berupa tebu atau injelai,
  5. Kahoti mamata juga hasil kebun yang dipersembahkan rakyat,
  6. Kahoti mamasa,
  7. Polongaana kampua artinya pasar dan mata uang kerajaan, kampua adalah nama uang kerajaan terbuat dari kapas ditenun yang lebarnya tidak lebih dari pada 4 jari wanita,
  8. Kalongana papara yaitu bantuan papara, rakyat umum pada pesta sederhana yang diadakan oleh Sultan berupa hasil perkebunan dan apabila pesta besar disertai dengan uang,
  9. Oaba tee posanga artinya bertanya dan minta izin.
ÿ  SIOLIMBONA
  1. Mengetahui hubungannya dengan Sultan yang genap menjadi sepuluh dan berasal dari bersaudara,
  2. Mengetahui kaum bangsawan dari ketiga aliran Kamboru-mboru,
  3. Mengetahui segala persoalan orang-orang besar kerajaan yang dinamakan “pangka”,
  4. Mengetahui pulanga dari kaum bangsawan maupun walaka,
  5. Mengetahui kesalahan kecil maupun besar,
  6. Mengetahui “matalapu,
  7. Mengetahui segala ketentuan syarat,
  8. Berhak menegur dan menasihati kepada umum yang melanggar adat,
  9. Siolimbona bergelar “ulama” dalam syarat Buton dan menjadi pimpinan dalam adat istiadat dan wajib memberi suri teladan adat sopan santun pada umumnya,
  10. Siolimbona wajib mengetahui dasar-dasar kelepasan dan kepangkatan pegawai kerajaan,
  11. Siolimbona wajib mengetahui dasar-dasar peradilan dari kadie,
  12. Siolimbona disebut juga “tunggu-tunggu” dari kadie yang dikepalainya,
  13. Siolimbona wajib mengetahui segala pembicaraan dengan Sultan dan lain-lain pejabat kerajaan,
  14. Bontona Peropa dan Bontona Baluwu secara khusus wajib mengetahui kewajiban Sultan yang 12 pasal utama,
  15. Bontona Peropa dan Bontona Baluwu disebut juga dalam adat “manggedaina laki wolio”, karena hubungannya yang erat sekali dengan Sultan,
  16. Siolimbona wajib mengetahui asal-usul kaum bangsawan dengan kaum walaka pada keseluruhannya.
ÿ  BONTO INUNCA – MENTERI DALAM
Kewajiban yang utama dari Bonto Inunca adalah mengamat-amati segala persoalan di dalam istana yang dalam hal ini bertindak sebagai mata-mata dari syarat kerajaan untuk menjaga tindakan-tindakan dari Sultan yang bertentangan dengan adat. Secara langsung kewajiban itu dibebankan kepada Bontona Gampikaro yang setiap waktu mendampingi Sultan yang juga sebagai ajudan dari Sultan.

ÿ  BONTO LENCANA KANJAWARI
Pada umumnya sama dengan kewajiban Bonto Inunca. Beberapa diantaranya disamping tugasnya sebagai tunggu-tunggu juga erat hubungannya dengan pejabat-pejabat tertentu di dalam suatu penugasan.
ÿ  BOBATO
Tugas kewajiban Bobato juga seperti halnya dengan Bonto dan juga disebut tunggu-tunggu di dalam daerah kadie yang diawasinya. Dalam menerima serta menyelesaikan sesuatu persoalan yang terjadi didaerahnya yang diajukan oleh masyarakat, apabila bersifat perkara yang memerlukan penyelesaian hukum, maka wajib didampingi oleh seorang Bonto yang terdekat dengan daerah hukumnya (yang berbatasan).
Tugas lain dari Bobato ialah juga mengepalai tentara kerajaan apabila mendapat serangan dan juga sebagai pimpinan tentara bantuan kerajaan kepada negara sahabat.
ÿ  JURU BAHASA
Kewajiban Jurubahasa adalah:
  1. Atalinga maksudnya Jurubahasa itu adalah alat pendengaran dari Syarat,
  2. Amata maksudnya Jurubahasa itu adalah alat penglihatan dari syarat dan Sultan,
  3. Adela maksudnya Jurubahasa itu adalah lidah dari syarat dan Sultan,
  4. Arindi maksudnya Jurubahasa itu adalah pelindung dari syarat dan Sultan.
Dipagi buta sejak matahari terbit Jurubahasa sudah berada di Lawana Lanto guna menjaga kapal-kapal yang masuk keluar. Apabila ada kapal yang hendak masuk, maka dengan segera Jurubahasa itu menghadap Sultan guna mengadakan persiapan seperlunya, kalau kapal itu berasal dari kerajaan sahabat seperti Kompeni, Ternate dan Bone. Dari Kompeni secara khusus diperoleh apa yang dinamakan “kalu” dan “jasitara” yang menjadi pakaian dari Jurubahasa sebagai tanda pengenalnya.
ÿ  SABANDARA ATAU SYAHBANDAR
Sabandara bertugas sebagai kepala dan pengawas pelabuhan yang erat sekali hubungannya dengan Sultan dan Jurubahasa. Pada umumnya petugas sabandara termasuk anggota keluarga dekat dari Sultan yang sementara bertugas.
ÿ  TALOMBO
Talombo adalah pembantu dari Bontogena yang masing-masing Bontogena diperlukan 3 orang. Tugasnya adalah menurut apa yang diperintahkan oleh Bontogena, terutama di dalam pengumpulan weti dari setiap kadie di dalam kerajaan yang tugas-tugasnya dapat diperinci sebagai berikut ini:
1.    Talombo wajib menjalankan kewajibannya pada waktu di siang ataupun malam hari bila tugas menjalankan undangan kerajaan,
2.    Tidak ada alas an bagi Talombo untuk menolak perintah syarat yang melalui Bontogena dari masing-masing kecuali di dalam keadaan sakit,
3.    Talombo berkewajiban dan bertanggungjawab atas pelaksanaan undangan menurut semestinya, Bonto, Bobato atau terlebih pembesar kerajaan yang diperlukan hadir,
4.    Bila ada pelarian dari kadie misalnya melarikan dirinya dari tunggu-tunggu (orang kadie) dan dating berlindung pada Talombo atau dapat ditangkap oleh Talombo tidak boleh langsung dihadapkan kepada Bontogena melainkan diselidiki terlebih dahulu tentang sebab-sebabnya dan apabila sudah seharusnya dihadapkan pada Bontogena, barulah dihadapkan dan sebaliknya apabila cukup alasan maka orang itu dikembalikan saja ke kampungnya dengan sekedar diberi nasehat oleh Talombo,
5.    Bila Talombo karena tugasnya dari Syarat kerajaan atau diundang oleh Bobato dan sementara berada di dalam kadie tidak ada haknya untuk turut campur tangan dalam urusan pemerintah kadie itu. Apabila dimintai padanya untuk  membagi orang-orangnya oleh tunggu-tunggu atau syarat kadie yang bersangkutan atau membagi tanah perkebunan, Talombo hanya mempunyai hak sebagai berikut:
-          Untuk membagi orang hanya sebelah yang dalam bahasa adat dikatakan “saweta
-          Dan bagi tanah perkebunan hanya sepotong yang dalam adat disebut “sasolo”,
6.    a.  Bila Sapati atau Kenepulu pergi menuju ke tempat upacara pelantikan Sultan yang dikatakan “bulilingisna pau”, Talombo berjalan dimuka untuk diketahui umum agar umum berhenti sambil menunggu untuk memberi kesempatan pembesar itu berlalu, dan apabila tidak dihiraukan, tugasnya tidak mematuhi peringatan Talombo, maka Talombo karena hukum adat dapat memukul orang itu dengan tongkatnya, walaupun anak bangsawan atau anak dari pembesar kerajaan.
b.   Sementara Talombo menjalankan pengumuman syarat dalam kata adatnya “batata” dan pada waktu itu dilalui orang atau seakan-akan diejek, maka Talombo karena adat wajib memukul orang itu dengan tongkatnya.
7.    a.   Talombo itu adalah juru penerang dalam bahasa adat disebut “pande batata” dan “pande tata lima” (tukang bicara dan tukang potong tangan).
b.    Jaminan khusus berupa bahan makanan bagi tugas Talombo dalam melaksanakan hukuman potong tangan menurut keputusan peradilan didatangkan dari kampung-kampung:
(1).  Wabula = 1000 biji jagung dan 2 keranjang kalame,
(2).  Lapandewa = 1200 biji jagung dan 3 keranjang kalame,
(3).  Takimpo = 1200 biji jagung dan 3 keranjang kalame,
(4).  Holimombo = 400 biji jagung dan 2 keranjang kalame,
(5).  Kondowa = 600 biji jagung dan 2 keranjang kalame,
(6).  Burangasi = 2 keranjang kalame.
8.    Apabila Talombo pergi ke kadie maka kepadanya ada pemberian khusus pula yang dinamakan “bawona kandeana” yang besarnya menurut “kadie yang didatangi”,
9.    Apabila segala sesuatu yang tersebut di atas yang menjadi tugas kewajiban Talombo tidak dipatuhi semestinya oleh Talombo maka resikonya adalah bahwa Talombo yang bersangkutan dilepaskan dari jabatannya yang dalam bahasa adat dikatakan “apoajalaa keya” menjadikan kelepasannaya.
ÿ  PANGALASA
Pangalasa adalah pegawai yang diperbantukan kepada Bonto dimana tiap Bonto mendapat 6 orang. Tugasnya adalah sama dengan tugas Talombo yaitu menanti perintah dari Bontonya sebagai batasan tugas-tugas Bonto dalam pengawasan kadie. Pangalasa juga dapat dianggap sebagai ajudan dari Bonto dan lebih jelasnya Pangalasa menjalankan apa yang diperintahkan oleh Bontonya sebagaimana halnya Talombo  menjalankan perintah dari Bontogena. Perlu diketahui bahwa Pangalasa pada masing-masing syarat kampong yang tertentu ada juga Pangalasa dan inilah yang  dikatakan Pangalasana kadie, tetapi tidak semua kadie ada Pangalasanya. Perhatikan daftar keanggotaan syarat kadie pada bagian berikutnya nanti.

ALAT KEBESARAN PEGAWAI KERAJAAN
E  SULTAN
1.    Pau lumbu-lumbu dan pau karatasi,
  1. a.  Lampa yaitu alat duduk,
b.    Paramadani juga alat duduk,
c.    Kiwalu solo-solo juga alat duduk dari rotan,
d.    Sumbu dan tempat rokoknya,
e.    Kaperaa dari kuningan untuk tempat meludah dan abu rokok,
f.     Pandanga mabodo yaitu tombak yang pendek 1 mata,
g.    Hnacu yaitu pedang, dan
h.    Poo-poongku dan pinai.
  1. Pandanga yaitu tombak 12 mata banyaknya,
  2. Gala sapulu rua rahana 1 mata,
  3. Katuko yaitu tongkat berkepala emas.
Tenaga yang menjadi pengiring alat kebesaran tersebut di atas berjumlah 25 orang yang dapat di perinci sebagai berikut:
@ 2 orang yang memegang payung dan ini disebut “keni pau” asal keturunan kaum papara,
@ 1 orang yang memegang lampa asal Belobaruga keturunan kaum walaka,
@ Paramadani dan kiwalu solo-solo dipegang oleh 2 orang yang ditugaskan pada Watina Gampikaro asal kaum Walaka dan Limbo,
@ Gambi oleh 1 orang Belobaruga,
@ Sumbu, kapera dan pandanga mampodo masing-masing dipegang oleh seorang Belobaruga jadi 3 orang semua,
@ Popo-poongku, pinai dan hancu masing-masing oleh seorang Gampikaro jadi juga 3 orang,
@ Pandanga 12 mata masing-masing 1 mata seorang asal dari rambanua (dari petugas jaga),
Perlu diterangkan disini bahwa 12 mata pandanga tersebut menunjukkan kewajiban utama dari Sultan yang banyaknya 12 pasal,
@ Gala sapulu rua rahana oleh 1 orang rambanua.
E  SAPATI
  1. Katuko,
  2. Gala talu rahana,
  3. Toru
  4. Pinai dan keniana,
  5. Gambi, dan
  6. Pandanga 8 mata.
Tenaga iring-iringan yang dipakai untuk alat kebesaran Sapati berjumlah 12 orang. Yang ditugaskan adalah Rambanua petugas jaga, kecuali gambit dipegang oleh budak Sapati yang bersangkutan, sedangkan gala talu rahana oleh jagana gala. 8 (Delapan)  mata pandanga dari Sapati menunjukkan 8 pokok tugas kewajiban dari Sapati.
E  KENEPULU
  1. Katuko,
  2. Gala rua rahana,
  3. Pinai dan keniana,
  4. Gambi, dan
  5. Pandangan 5 mata.
Banyaknya pembawa alat kebesaran Kenepulu berjumlah 8 orang dan 5 mata pandanga tersebut menunjukkan pula 5 pasal tugas kewajiban utama Kenepulu.
E  KAPITARAJA (KAPITALAO)
  1. Gala tidak bercabang 1 mata,
  2. Tombak 4 mata, dan
  3. Hancu yang dijadikan tongkatnya 1 mata.
Empat mata pandanga dari Kapitaraja menunjukkan bahwa Kapitaraja mengepalai 4 kelompok tentara kerajaan yaitu Kompanyia Pataanguna, sedangkan pedang yang dijadikan tongkatnya menunjukkan keperwiraan orangnya yang dalam bahasa adat disebut “Harimauna syarana Wolio” artinya “Harimau dari syara kerajaan”. Lebih jelasnya dimaksudkan hulubalan gsyarat kerajaan.

E  BONTOGENA
  1. Katuko, 
  2. Gala 1 mata,
  3. Pinai 1 mata, dan 
  4. Kombilo.
Apabila Bontogena berjalan dengan iring-iringan kebesarannya, maka ternyata terdapat suatu perbedaan yang menonjol di dalam tata tertibnya dengan pembesar kerajaan lainnya yang berbangsa kaum seperti pejabat Sultan, Sapati, Kenepulu, Kapitaraja. Perbedaan ini bahwa kalau Sultan berjalan, senantiasa didahului oleh iring-iringan alat kebesarannya. Taat tertib tersebut mengandung arti kiasan, yaitu Bontogena (kaum Walaka) pada umumnya merupakan pendorong bagi kaum bangsawan untuk maju terus pantang mundur, sedangkan kaum bangsawan senantiasa menjaga dan memelihara kehormatan kebesarannya. Kemudian tempat rokok untuk kaum Walaka dengan “kombilo”.

E  SIOLIMBONA
1.    Katuko puu salaka yaitu tongkat yang berkepala perak,
2.    kombilo.
E  BONTO –BONTO YANG LAINNYA
1.    Katuko tidak berkepala perak,
2.    Kombilo.
E  BOBATO
1.    Gambi,
2.    Pedang.
E  SYARAT AGAMA
Syarat agama dimaksudkan pegawai mesjid agung Keratong yang terdiri dari:
1.    Lakina Agama (Raja  Agama) atau khadi 1 orang jabatan untuk kaum bangsawan,
2.    Imam 1 orang jabatan untuk kaum bangsawan,
3.    Khatib 4 orang jabatan untuk kaum bangsawan,
4.    Moji (bilal) 10 orang jabatan untuk kaum Walaka, dan
5.    Mokimu 40 orang jabatan untuk kaum walaka.
Syarat Agama bertugas dibidang agama seperti misalnya nikah, talak dan rujuk atau kuasa dan petunjuk dari syarat kerajaan. Sebagai pedoman yang dipakai dalam tugas tersebut adalah “kitabi nikaa” atau “makhafani” dalam bahasa Melayu Jawi. Dan isinya mengenai hukum nikah, talak dan rujuk. Syarat Agama ini dilengkapi pula dengan apa yang dinamakan “dukun kerajaan” atau mungkin ada kesamaannya dengan ahkli nujum, yang dalam sebutan adat dengan  bisa” sebanyak 4 orang sehingga lengkapnya “bisa pata miana” dan beliau-beliau itu dengan gelar nama:
  1. Mojina Silea,
  2. Mojina Peropa,
  3. Mojina Kalau, dan
  4. Mojina Waberongalu atau Haji I Pada.
Kepada keempat bisa itu dalam kedudukan bilal senantiasa diberikan kesempatan yang luas dan mereka diprioritaskan dalam arti selama masih ada Bisa yang tidak menjabat sebagai bilal, maka Bisalah yang dicalonkan lebih dahulu.
Dan suatu keistimewaan Bisa adalah bahwa mereka tidak dapat dipecat dari jabatannya, dalam arti bahwa kedudukannya sebagai bias  merupakan kedudukan seumur hidup dan mereka berasal keturunan khusus pula dari kaum Walaka.
Kewajiban pokok dari Bisa Patamiana itu adalah menjaga dan mengawasi musuh kerajaan yang datangnya dari luar maupun dari dalam kerajaan sendiri melalui ilmu kebatinan dan dalam tugas-tugas ini pula akan nampak kelebihan dari seseorang Bisa. Demikian pula kalau kerajaan berada dalam serangan wabah penyakit menular atau lain-lain yang akibatnya menjadikan kehancuran dan kebinasaan yang banyak, maka hal yang demikian itu termasuk tanggungjawab Bisa.
Kepada masing-masing telah ditetapkan ketentuan batasan daerah penugasannya yaitu:
  1. Mojina Silea dari Moromahu hingga Wowonii,
  2. Mojina Kalau dari Watuata hingga Moromahu,
  3. Mojina Peropa dari Wowonii hingga Sagori, dan
  4. Mojina Waberongalu Haji I Pada dari Sagori hingga Watuata.
Demikianlah dan jabatan ini kemudian secara terun-temurun diduduki oleh anak cucu dari Keempat Bisa tersebut dengan tidak dapat dipertukarkan satu dengan yang lain. Pula tidak dibenarkan kepada mereka yang tidak berasal dari keturunan Bisa untuk diangkat jadi Bisa. Lain halnya dengan Moji dimana dapat diangkat dari mereka yang bukan asal keturunan dengan ketentuan bahwa pengangkatan yang demikian itu adalah karena jasa-jasanya dan kelebihan serta keahliannya di dalam agama dan sudah terbukti membesarkan kerajaan. Moji yang diangkat bukan karena keturunannya disebut “Moji Kapundu”. Adapun asal usul dari Bisa Patamiana itu adalah dari penduduk kerajaan juga kecuali Mojina Kalau menurut riwayat berasal dari tanah Semenanjung Johor yang tiba di Buton melalui Kalukutoa Selayar. Yang nama aslinya adalah Abdullah.
Kedatangannya di Buton tidak diketahui lagi tahunnya demikian pula asal usulnya. Pengangkatan Abdullah sebagai Bisa pada waktu itu berdasarkan atas keahlian yang luar biasa dari Abdullah di dalam hukum Agama serta memiliki ilmu kebatianan yang kuat dan mendalam serta pula jasanya yang besar kepada kerajaan Buton.
Pribadi Sultan Dayanu Ikhsanuddin yang memerintah pada masa itu merasa berutang budi kepada Abdullah justru karena dapatnya putra beliau yang bernama La Cila disembuhkan dari sakitnya yang hamper saja membawa  kematian, dengan pengobatan secara ilmu kebatinan.
Akhirnya Perlu diterangkan disini bahwa Mojina Peropa dan Silea tidak diketahui lagi asal usulnya, namun menurut kalangan orang tua, keduanya berasal dari Buton. Satu-satunya yang dapat diungkapkan keturunannya adalah “Haji I Pada” yang beliau I ini juga dikenal dengan nama “Haji Sulaiman” dan silsilahnya adalah berturut-turut sebagai berikut:
  1. Putra dari Bontona Rakia Bungku,
  2. Putra dari Bontona Gundu-gundu Mancuana Lam Balao,
  3. Putra dari La Saompula,
  4. Putra dari La Baja Bontogena pertama,
  5. Putra dari Raja Manguntu,
  6. Putra dari Bataraguru Raja Buton ke III,
  7. Putra dari Bulawambona dengan La Baluwu Raja Buton ke II,
  8. Putra dari Sangaria Rana Bontona Baluwu I,
  9. Putra dari Betoambari Bontona Peropa I, dan
  10. Putra dari Sipanjonga dan Sibaana.
PEMBAGIAN DAERAH KEPEMERINTAHAN
Kerajaan Buton terdiri dari 72 bagian yang disebut kadie, yang kesemuanya lazim disebut pitu pulu rua kadie atau juga dengan pitu pulu rua kaomuna. Dari 72 bagian tersebut dibagi lagi atas:
@  30 bagian diduduki oleh Bonto dalam hal ini Walaka,
@  40 bagian diduduki oleh Bobato dalam hal ini bangsawan.
Sedangkan 2 bagian lainnya merupakan simbolis belaka pertanda 2 kaum yang memegang pimpinan perintahan yaitu kaum bangsawan dan walaka.
Dari 70 bagian yang diduduki oleh Bonto dan Bobato tersebut kembali dibagi dalam 2 kelompok besar yang dinamakan “Pale Matanayo dan pale Sukanayo”. Dari tiap pale itu diawasi dan dikepalai oleh Bontogena menurut palenya masing-masing yaitu pale Matanayo oleh Bontogena Matanayo demikian juga pale Sukanayo oleh Bontogena Sukanayo.
u  PALE  MATANAYO    
1.    Bontona Baluwu mengepalai kampung-kampung,
Rongi, Sempa-Sempa, Tambunalako, dan Kaeindea (distrik Sampolawa) dan Kaongke-ongkea (distrik Pasarwajo). Nama kesatuannya “Lapandewa”.
2.    Bontona Barangkatopa,
Tumembona, Wanoauna, Pobaa, Watoduku (distrik Kapuntori). Nama gabungannya “Lambusango”,
3.    Bontona Wandailolo,
Poleang (distrik Poleang).
4.    Bontona Silea.
Kaweli, Kalaka dan Watumotobe (distrik Kapuntori),
5.    Bontona Jawa.
Liabuku (distrik Bungi),
6.    Bontona Waborobo.
Waborobo (distrik Bolio),
7.    Bontona Pada.
Kadolo Katapi (distrik Bungi),

8.    Bontona Kancodaa.
Tidak terdapat daerah penugasan, tetapi bertugas sebagai kepala pertukangan dari Syarat Kerajaan8),
9.    Bontona Dete.
Lapodi (distrik Pasarwajo) dan Waha (distrik Tomia),
10. Bontona Katapi.
Busoa (distrik Batauga),
11. Bontona Kalau.
Toko (distrik Bolio),
12. Bontona Waberongalu.
Kabopreia (distrik Bolio),
13. Bontona Sombamarusu.
Rumbia (distrik Rumbia),
14. Bontona Litao.
Tobea (distrik Kapuntori),
15. Bontona Galampa.
Galampa (distrik Bungi),
16. Bontona Gampikaro Matanayo.
Kalamea (distrik Bolio),
17. Lakina Tobe-Tobe.
Tobe-Tobe (distrik Batauga),
18. Lakina Kokalukuna.
Kokalukuna (distrik Bungi),
19. Lakina kaesabu.
Kaesabu (distrik Bungi),
20. Lakina Lea-Lea,
Lea-Lea (distrik Bungi),
21. Lakina Lowu-Lowu
Lowu-Lowu (distrik Bungi),
22. Lakina Kambowa.
Mata, Lagundi, Kambowa Ogena (distrik Kalingsusu),
23. Lakina Holimombo.
Liwumpatu, Berese, Wagola, Tolando (distrik Pasarwajo),
24. Lakina Kondowa.
Dongkala (distrik Pasarwajo),
25. Lakina Wasaga.
Kahulungaya (distrik Pasarwajo),
26. Lakina Lasalimu.
Lasalimu (distrik Lasalimu),
27. Lakina Kalende.
Singku dan Toruku (distrik Lasalimu),
28. Lakina Lawele.
Lapuli dan Lawele (distrik Lasalimu),

29. Lakina Kaluku.
Wapancana dan Tuangila (distrik Kapuntori),
30. Lakina Wou.
Wabalia (distrik Kapuntori),
31. Lakina Lakudo.
Kadolo, Lawa, Tangana Lipu, Tongkuno, Gu, Wongko Lakudo dan Wanepa-nepa (distrik Gu),
32. Lakina Batauga.
Batauga (distrik Batauga),
33. Lakina Tumada.
Waungkani, Munte Kamboro, Kowa-Kowa, Latobungku 9distrik Kapuntori),
34. Lakina Bombonawulu.
Bombonawulu Kota, Rakia, Wakea-kea, Uncume, Wongko Bombonawulu, seluruhnya termasuk dan disebut “Suku Bombonawulu” (distrik Gu).
  PALE  SUKANAYO
1.    Bontona Peropa.
Wabula dan Wasuemba (distrik Sampolawa), Wurugana (distrik Batauga) dan Ballo (distrik Kabaena), 
2.    Bontona Gundu-Gundu.
Kooe dan Kantolobea (distrik Mawasangka),
3.    Bontona Gama.
Lipu, Kaofe, Kapoa dan Banabungi (terdapat di pulau Kadatua distrik Batauga) dan Wakoko (distrik Pasarwajo),
4.    Bontona Siompu.
Biwina Pada, Molona, Kaimbulawa dan Lontoi (terdapat di pulau Siompu distrik Batauga),
5.    Bontona Rakia.
Wanambo dan Lakuantae suku Katobengke (distrik Bolio),
6.    Bontona Melai.
Wasambua (distrik Batauga) dan Boneoge (distrik Gu),
7.    Bontona Lanto.
Lolibu (distrik Mawasangka),
8.    Bontona Lantongau.
Katukobari (distrik Mawasangka) dan Saumolewa (distrik Sampolawa),
9.    Bontona Barangka.
Barangka (distrik Kapuntori),
10. Bontona Wajo.
Wajo (distrik Gu),
11. Bontona Tanailandu.
Wasindoli (distrik Mawasangka),
12. Bontona Gampikaro Sukanayo.
Kampeonaho (distrik Bungi),
13. Lakina Kamaru.
Kamaru (distrik Lasalimu),
14. Lakina Wawoangi.
Wawoangi (distrik Sampolawa),
15. Lakina Todanga.
Kode dan Wawoha (distrik Kapuntori),
16. Lakina Bola.
Lakulepa dan Rano (distrik Batauga),
17. Lakina Sampolawa.
Katilombu, Uwe Bonto dan Mambulu (distrik Sampolawa),
18. Lakina Kambe-Kambero.
Kambe-Kambero (distrik Batauga),
19. Lakina Burukene.
Burukene (distrik Batauga),
20. Lakina Labalawa.
Labalawa (distrik Batauga),
21. Lakina Lipumalanga.
Lipumalanga (distrik Wakarumba),
22. Lakina Lambelu.
Lambelu (distrik Wakarumba),
23. Lakina Koroni.
Motewe, Walue, Napa Wolio dan Labuantobelo (distrik Wakarumba),
24. Lakina Takimpo.
Kambula-mbulana dan Lipuogena (distrik Pasarwajo),
25. Lakina Kumbewaha.
Kumbewaha (distrik Lasalimu),
26. Lakina Tolaki.
Wakalambe dan Bonemalei (distrik Kapuntori),
27. Lakina Kamelanta.
Batubanawa dan Ngkaniu-niu (distrik Kapuntori),
28. Lakina Boneoge.
Boneoge, Madongka, Tanga dan Matanayo (distrik Gu),
29. Lakina Baruta.
Baruta Maradika dan Baruta Analalaki (distrik Gu),
30. Lakina Mone.
Lambale dan Wakuru (distrik Gu),
31. Lakina Lolibu.
Lipumalanga II dan Tongkuno (distrik Gu),
32. Lakina Lawela.
Lawela (distrik Batauga),
33. Lakina Inulu.
Lamena, Lagili dan Wakengku (distrik Mawasangka),
34. Lakina Ambuau.
Ambuau (distrik Lasalimu),
35. Lakina Laompo.
Laompo (distrik Batauga).
Kadie Laompo dapat juga diperintah oleh Bonto kalau pada kadie Kaesabu dikepalai oleh Bobato dan sebaliknya apabila di Laompo dikepalai oleh Bobato maka di Kaesabu harus Bonto. Demikianlah sehingga pada Pale Sukanayo lebih satu jumlah daerah pengawasannya. Dengan demikian itu pula merupakan pertanda bahwa kaum masing-masing bangsawan dan walaka sama berhak dan berasal satu keturunan dalam kerajaan Buton.
E TAMBURU LIMAANGUNA
Tamburu Liamanguna merupakan pasukan pengawal dan pasukan kehormatan dari Sultan yang terdiri dari 5 kelompok yang masing-masing kelompok mempunyai nama sendiri-sendiri yaitu:
1)  Peropa,
2)  Baluwu,
3)  Gundu-Gundu,
4)  Barangkatopa, dan
5)  Mawasangka.
Memperhatikan nama yang diberikan pada masing-masing kelompok ternyata diberikan menurut nama gelar jabatan dari Bonto Patalimbona yang menjadi Bonto inti di dalam pelantikan Sultan. Yang menjadi tanda tanya sekarang, mengapa sehingga ada dengan nama Mawasangka? hal ini masih penulis adakan penyelidikan lebih jauh.
Dari tiap-tiap kelompok mempunyai keanggotaan sebagai berikut:
1)  Seorang bergelar Lotunani yaitu Letnan,
2)  Seorang bergelar Alifirasi yaitu Letnan Muda (order officier),
3)  Empat orang yang bergelar Saraginti yaitu Sersan, dan
4)  Seorang bergelar Tamburu.
Jumlah keanggotaan masing-masing kelompok adalah 7 orang hingga kelima kelompok beranggota 35 orang.
F KOMPANYIA  ISYARA
Kompanyia isyara terdiri atas 2 kelompok yang setiap kelompok mempunyai pula 7 orang anggota, yang susunannya sama dengan keanggotaan Tamburu Limaanguna. Jadi jumlah anggotanya 14 orang. Kompanyia ini berada di bawah pengawasan Sapati.
F KOMPANYIA  PATAANGUNA
Kompanyia Pataanguna juga terdiri atas keanggotaan yang sama dengan yang disebutkan di atas dan sesuai dengan namanya maka dapatlah diambil suatu pengertian yang cukup dapat dimengerti bahwa tugas utama dari Kompanyia Pataanguna dalam pasukan tempur, sedangkan Tamburu Limaanguna atau Tamburu Isyara merupakan kebesaran Sultan dan Syarat, kecuali dalam keadaan mendadak barulah maju dimedan tempur.
Jumlah keanggotaannya 24 orang dan Kompanyia Pataanguna ini berada pada Kapitan Laut masing-masing 2 kelompok.
Tamburu Limaanguna, Tamburu Isyara dan Kompanyia Pataanguna merupakan pasukan inti kerajaan berjumlah 77 orang.
F  PERBANDINGAN PEMBAGIAN PENGHASILAN PEGAWAI KERAJAAN
1.    Sultan mendapat ½ (separuh) dari seluruh penghasilan kerajaan atau sama dengan 24/48,
2.    Sapati 8/48,
3.    Kenepulu 6/48,
4.    Kapitalao masing-masing 4/48 (2 orang),
5.    Bontogena 2 orang masing-masing 4/48, dan
6.    Siolimbona 9 orang masing-masing 2/48.    
Adapun penghasil yang dibagi seperti tersebut di atas kalau masuk melalui Bontogena, pemasukan mana sudah bersih. Pegawai lainnya yang belum disebutkan mendapat penghasilan menurut ketentuannya sendiri-sendiri yang tercakup di dalam “walu pulu dawua”, disamping dari dalam kadie masing-masing.
F UNDANG-UNDANG BARATA
Yang disebutkan Barata ialah Muna, Tiworo, Kalingsusu dan Kaledupa. Keempatnya lazim dalam adat dengan nama “Barata Patapalena”. Masing-masing Barata mendapat kekuasaan untuk mengatur rumah tangganya sendiri dengan undang-undangnya yang tersendiri yang lazim dengan nama “Syarana Barata”. Syarana Barata tersebut dibuat dan ditetapkan oleh Syarat Buton dengan mengindahkan keadaan dari Barata itu sendiri. Pada tiap Barata diadakan pula jabatan-jabatan adat yang nama dan gelarnya seperti yang ada pada Syarat Buton, tetapi tidak lengkap seperti susunan gelar jabatan pada Syarat Kerajaan Pusat. Akan terdapat kelengkapannya, apabila gelar jabatan dari keempat Barata dikumpulkan.
Perhatikan misalnya di Barata Muna hanya antara lain terdapat gelar jabatan Kapitalao, di Tiworo Sapati, di Kalingsusu Kenepulu dan Kaledupa Bontogena. Untuk jelasnya lihat susunan jabatan kepegawaian Barata tersebut di bawah ini:

E MUNA
1).    Lakina Muna = Raja Muna,
2).    Kapitalao 2 orang = Matanayo dan Sukanayo,
3).    Bontogena 2 orang = Matanayo dan Sukanayo,
4).    Intarano Bitara 1 orang,
5).    Patakhoerano 4 orang masing-masing:
@  Mieno Tongkuno,
@  Mieno Lawa,
@  Mieno Kabawo, dan
@  Mieno Katobu.
E TIWORO
1).    Lakina Tiworo = Raja Tiworo,
2).    Sapati,
3).    Mieno Lasiapamu,
4).    Mieno Lawa, dan
5).    Sabandara.
E KALINGSUSU
1).    Lakina Koloncusu = Raja Kalingsusu,
2).    Kenepulu,
3).    Bontona Kampani,
4).    Bontona Kancua-ncua, dan
5).    Kapitana Lipu.
E KALIDUPA
1).    Lakina Kaledupa = Raja Kaledupa,
2).    Bontogena 2 orang : terakhirnya hanya 1 orang masa Belanda,
3).    Bontona Kiwolu,
4).    Bontona Tapaa, dan
5).    Lakina Suludadu 2 orang.
Pada umumnya tugas kewajiban anggota Syarat Barata sama dengan tugas anggota kerajaan, selama tidak keluar dari daerah kekuasaannya. Tetapi perlu ditekankan di sini bahwa Lakina Barata “tidak disembah”, sebagaimana halnya Sultan Buton.
Kewajiban-kewajiban utama dari Barata adalah:
1.    Menjaga musuh kerajaan Buton yang karena itu Barata selalu siap sedia dengan peralatan perangnya baik darat maupun laut,
2.    Apabila Barata mendapat serangan maka tiap Barata lebih dahulu berusaha sendiri untuk menangkisnya dan kecuali ternyata tidak dapat dilawannya barulah meminta bantuan dari Syarat Buton. Karena itu pula Barata dinamakan “abaluara”, artinya “penjaga”.
3.    kalau ada orang Kompeni, Bone atau Ternate yang hanyut atau pecah perahunya atau mendapat kecelakaan lainnya, maka Barata berkewajiban untuk memberikan pertolongan pertama, kemudian segera diantar kepada Syarat Buton. Jaminan makanan ataupun tumpangan menjadi tanggungan Barata demikian pula keselamatan barang-barangnya wajib diberikan perlindungan. Apabila barang-barang yang di dapat tidak ada orangnya (pemiliknya), maka karena hukum adat barang yang tidak bertuan itu termasuk hukum “rampe” yang menjadi hak dari Sultan Buton.
4.    Kalau ada pelarian dari luar daerah asal bangsawan, harus segera diserahkan kepada Sultan Buton.
5.    Kaum bangsawan dari ketiga aliran Kamboru-mboru, Tanailandu, Tapi-Tapi dan Kumbewaha serta anak dari kaum walaka khususnya anak Siolimbona, syarat Barata tidak berhak untuk menjatuhkan hukum mati kepada mereka, walaupun mereka itu membuat kesalahan yang diancam dengan hukuman mati, ataupun diberikan hukuman paksa yang dalam adat dikatakan “pomurusi” atau hukuman “pengasingan” yaitu “papasi” dan segala bentuk hukuman, melainkan dengan izin dan ketahui oleh “Peropa dan Baluwu”,
6.    Syarat Barata tidak dibenarkan untuk menjatuhkan hukuman kepada orang Kompeni, Bone dan Ternate serta semua bangsawan kulit putih, dalam bahasa adat disebut “mia maputi” seperti Inggirisi (Inggris), Parancumani (Perancis) dan Paratugis (Portugis), kecuali melaporkannya kepada syarat Kerajaan Buton,
7.    Syarat Barata tidak diperkenankan untuk mengadakan hubungan dengan Kompeni, Bone dan Ternate apabila tidak dengan cap dan tanda tangan Sultan Buton, jelasnya harus ada surat kuasa dari Sultan Buton.
8.    Kalau ada perutusan dari Syarat Buton yang berada di dalam Barata untuk memberikan bantuan atas segala keperluan dari perutusan itu. Dalam adat kewajiban ini disebut “balalua” dan “pasabuakea” artinya dijamin makanan dan penginapan. Apabila ada orang-orang perutusan yang membuat kesalahan di dalam Barata, Syarat Barata tidak dibenarkan untuk bertindak menghukum kecuali segera melaporkannya kepada Syarat Buton yang disertai dengan keterangan-keterangan yang lengkap mengenai kesalahan yang dibuat perutusan itu.
9.    Kalau Barata mendapat undangan dari Syarat Buton, maka wajib memenuhi undangan itu,
10. Apabila Barata mendapat kabar bahwa ada musuh yang kuat yang akan menyerang kerajaan, segera disampaikan kepada Syarat Buton,
11. Apabila Kapitalao dari Buton berada di Barata karena tugasnya dalam pengamanan terhadap musuh kerajaan atau karena keperluan lain yang berhubungan dengan tugas jabatannya, maka pada waktu itu Kapitalao yang berkuasa untuk menentukan segala sesuatu yang berhubungan dengan tugas Lakina Barata serta Syarat, sesudah diketahui Kapitalao oleh Lakina Barata,
12. Apabila ada pelarian orang hukuman dari Syarat kerajaan Buton, tidak diperkenankan kepada Barata untuk memberikan perlindungan kepada pelarian itu tetapi segera ditangkap dan diantar kepada Syarat Buton,
13. Apabila sementara Kapitalao berada di Barata, kemudian Barata itu mendapat serangan musuh, maka Lakina Baratalah yang menghadapinya lebih dahulu serangan itu, kemudian baru Kapitaraja,
14. Barata berkewajiban membimbing rakyatnya demi kemajuan dan kemakmurannya seperti yang dimufakati oleh Peropa dan Baluwu atas dasar dalil “Lakina Barata itu meniru-niru adilnya Sultan Buton serta kekuatan Syarat Buton” maksudnya dapat menjatuhkan hukuman kepada rakyatnya yang kesalahan sampai kepada hukuman mati sekalipun,
15. Syarat Barata diwajibkan memperhatikan hal-hal yang tersebut dibawah ini:
q  Tidak dapat Syarat Barata berbuat yang bertentangan dengan Syarat Kerajaan artinya melawan Peropa dan Baluwu,
q  Tidak dibenarkan antara Barata untuk berselisih dan rampas-merampas kemerdekaan satu sama lainnya,
q  Apabila terdapat perselisihan wajib disampaikan kepada Syarat Kerajaan untuk mendapatkan penyelesaian, dan
q  Penyelesaian yang diambil oleh Syarat Kerajaan merupakan keputusan yang mengikat yang harus dipatuhi.
16. Barata berkewajiban pula untuk mengadakan patroli pantai dalam wilayah Kerajaan Buton dan ditempat mana mereka berlabuh karena kehabisan perbekalan harus dengan segera pula disampaikan kepada Syarat Kerajaan untuk mendapatkan bantuan seperlunya. Oleh karena kewajiban patroli ini, maka Lakina Barata digelari “Kapitaraja Patamiana”, artinya “Kapitaraja yang empat orang”. Juga keo ada patroli Barata ini diperkenankan untuk memakai “dayalo” dan “tombi pagi”, selaku tanda pengenal dengan ketentuan apabila tumpangannya telah diperkirakan sudah kelihatan dari ibu kota kerajaan yaitu dari Wolio, maka dayalo dan tombi pagi tersebut harus diturunkan.
Apabila bertemu dengan perahu/kapal Asing, tidak dapat mengadakan hubungan kalau belum ada izin dari syarat kerajaan,    
17. Semua pedagang asing tidak dapat dimintai “lowo”, maksudnya patroli Barata tidak diperkenankan untuk meminta suatu pembayaran dari perahu/kapal asing berupa bea, demikian juga Kapitalao dari kerajaan yang sementara bertugas, kecuali dengan izin dari Sultan,
18. Pedagang-pedagang dari Buton yang berdagang di Barata tidak dibenarkan untuk tinggal di Barata tanpa ada suatu keterangan dari Sultan Buton yang resmi diserta cap dan tanda tangan,
19. Apabila Maradika dari Buton kawin dengan perempuan dari Barata, maka hukum anaknya yang lahir dari perkawinan itu tidak dibagi, kecuali maskawin yang dibayar oleh si pria. Karena itu yang bersangkutan di Buton di pandang sebagai kaula Buton dan sebaliknya di Barata sebagai warga Barata. Apabila ada pria dari Papara Buton kawin dengan perempuan dari Barata bukan asal anak Bonto atau bangsawan hukum anaknya “dibagi”.
Apabila prianya berasal dari keturunan Barata beristrikan perempuan asal papara Buton, hukum adatnya tidak dibagi, karena si pria dipandang bersalah dan harus dikenakan hukuman mati, kecuali ada permintaan dari keluarga perempuan,
20. Kalau Sareani (Belanda) berjalan-jalan di Barata wajib bagi Barata untuk menjaga keselamatannya dan memberikan bantuannya,
Apabila ada kesukaran besar dari Barata yang perlu disampaikan kepada Sultan Buton harus menyampaikannya melalui Bontona Gampikaro dan tidak boleh melalui perantaraan pejabat lain,
21. Jawana Barata tiap tahun:
I.    Muna,
40 boka = Rp. 48.00,-
Kalau tidak disanggupi pembayarannya dengan mata uang dapat diganti dengan 1 orang budak.
II. Tiworo,
Sama dengan Muna,
Jawana Muna dan Tiworo menjadi penghasilan dari anggota Syarat Kerajaan dan tidak termasuk Sultan.
III. Kalingsusu, dan
45 boka = Rp. 54.00,-
Kalau tidak disanggupi pembayarannya dengan mata uang dapat diganti dengan 1 orang budak dan 24 lembar kain Langkobida.
IV.Kaledupa.
80 boka = Rp. 96.00,-
Kalau tidak disanggupi dengan mata uang maka dapat diganti 2 orang budak.
Jawana Koloncusu dam Kaledupa menjadi penghasilan Sultan Buton sendiri dan tidak termasuk syaratnya.
Undang-undang Baratan ini dibaharui pada masa Sultan Buton Muh. Idrus Kaimuddin Sultan yang ke 29 dalam tahun 1257 Hijriah atau 1838 Masehi yang ditanda tangani oleh seluruh pembesar kerajaan bersama semua Lakina Barata dan masing-masing adalah:  
1.    Muh. Idrus Kaimuddin I Sultan,
2.    La Ode Tobelo Sapati
3.    La Ode Kosarana Kenepulu,
4.    La Ode Tia Kapitaraja,
5.    La Ode Ismail Kapitaraja merangkap Lakina Muna,
6.    La Ode Muhammad Lakina Tiworo,
7.    La Ode Manja Lakina Koloncusu,
8.    La Ode Adam Lakina Kaledupa,
9.    La Peropa Bontogena Matanayo,
10. Haji Abdul Rakhim Bontogena Sukanayo.
Demikian pula Beberapa pasal mengenai ketentuan-ketentuan Barata yang mendapat pembaharuan dan penyesuaian pada masa Sultan Muh. Idrus Kaimuddin I.
E  SYARAT  KADIE
Syarat kadie atau syarat kampung bekerja menurut ketentuan khusus sepanjang tidak bertentangan dan keluar dari Kadienya. Merekalah yang melaksanakan segala perintah dari syarat kerajaan melalui Tunggu-Tunggu (Bonto dan Bobato). Dalam hubungan kepemerintahan dalam kadie Tunggu-Tunggu tidak dapat langsung mencampuri urusan-urusan syarat kadie, jika syarat kampung masih mampu menyelesaikannya sendiri persoalan. Kemudian tiap kadie berkewajiban untuk memelihara suatu hutan tertentu yang dinamakan “kaombo” dan hukumnya hutan ini sebagai hutan tutupan yang tidak dapat diganggu gugat oleh perorangan, kecuali untuk kepentingan kadie atau kerajaan, barulah dapat diambil/diolah kekayaan yang ada di dalamnya sebab maksud dan tujuan kaombo adalah untuk persiapan Jaminan keperluan ramuan rumah atau bangunan yang diminta kerajaan ataupun juga kepentingan kadie yang mendadak.
Apabila terdapat perselisihan antara kadie, maka syarat kadie dari kedua pihak yang berselisih mengadakan pertemuan, yang masing-masing syarat kadie didampingi oleh Tunggu-Tunggu guna mendapatkan suatu persesuaian/penyelesaian. Kalau tidak terdapat penyelesaian dari kedua belah pihak, oleh Tunggu-Tunggu melangsungkannya kepada Syarat Kerajaan. Keputusan yang diambil oleh Syarat Kerajaan, setelah mendengarkan keterangan dari kedua belah pihak dan dari masing-masing Tunggu-Tunggu yang bersangkutan, tidak dapat dibantah dan keputusan Syarat kerajaan itu merupakan keputusan yang mutlak dan harus dituruti.
Dalam hal pembukaan tanah perkebunan, sebelumnya lebih dahulu diperlukan persetujuan dan petunjuk dari syarat kampung. Disamping itu syarat kadie juga diberikan hal untuk mengadili perkara yang terjadi di dalam Kadienya yang hukumannya tidak melebihi 3 boka atau Rp. 3.60,-
Demikian pula garis besar dari tugas dan tanggungjawab syarat kadie dan berikut ini diungkapkan gelar jabatan dari Syarana Kadie, di mana nyata satu daerah yang lain tidak sama keanggotaan syaratnya demikian pula banyaknya tergantung dari luas serta jumlah penduduknya. Gelar jabatan itu masing-masing kadie adalah:
1.    Bonto,
2.    Parabela,
3.    Pangalasa,
4.    Wati,
5.    Kaosa,
6.    Akanamia,
7.    Tunggu, dan
8.    Parabelaogena.
C  KEANGGOTAAN  DARI  MASING-MASING  KADIE
1.    Bumbu.
1 orang Bonto, 1 orang Wati dan 1 orang Akanamia,
  1. Lambelu.
1 orang Bonto dan 1 orang Wati,
  1. Puro.
Sama dengan Lambelu,
  1. Koroni.
Sama dengan Lambelu,
  1. Kamolanta.
1 orang Parabela, 2 orang Wati dan 2 Akanamia,
  1. Tolaki.
Sama dengan Bumbu,
  1. Barangkatopa.
1).    Tanga : 1 orang Parabela, 2 orang Wati dan 2 orang Kaosa,
2).    Katapa : sama dengan Tanga,
3).    Wataulupu : sama dengan Tanga.
  1. Silea.
1).    Silea : 1 orang Pangalasa,
2).    Sinua : 1 orang Wati.
  1. Watumotobe.
1).    Watumotobe : 1 orang Bonto, 2 orang Wati dan 2 orang Kaosa,
2).    Kabala : sama dengan Watumotobe.
  1. Tumada.
1 orang Wati,
  1. Todanga.
1 orang Bonto dan tinggal di Konde,
  1. Wou.
1 orang Wati dan 1 orang Kaosa,
  1. Lowu-Lowu.
1 orang Bonto, 2 orang Wati dan 3 orang Kaosa,
  1. Lea-Lea.
Sama dengan Lowu-Lowu,
  1. Kampeonaho.
1).    Kula : 1 orang Parabela dan 1 orang Wati,
2).    Kabumbu : sama dengan Kula,
3).    Nohita : sama dengan Kula.
  1. Liabuku.
1 orang Parabela, 2 orang Wati dan 2 orang Kaosa,
  1. Lakologou.
1).    Kadolo : 2 orang Bonto dan 1 orang Parabela,
2).    Kabawo : sama dengan Kadolo.
  1. Wandailolo.
1 orang Pangalasa,
  1. Kokalukuna.
1 orang Parabela, 1 orang Wati dan 1 orang Kaosa,
  1. Kaesabu.
1 orang Parabela dan 2 orang Wati,
  1. Galampa.
1 orang Parabela,
  1. Waruruma.
1 orang Parabela,
  1. Batulo.
1 orang Tunggu dan 1 orang Parabela,
  1. Kolagana.
1 orang Parabela dan 1 orang Wati,
  1. Katobengke.
1).    Katobengke Wanambo : 1 orang Parabela dan 3 orang Wati,
2).    Katobengke Labuantae : 1 orang Wati.
  1. Kabereia
1 orang Wati,
  1. Komba-Komba.
1 orang Wati,
  1. Kalamea.
1 orang Wati,
  1. Gundu-Gundu.
1 orang Wati tinggal di Lahele,
  1. Labalawa.
1 orang Wati,
  1. Burukene.
1 orang Parabela dan 1 orang Wati,
  1. Tobe-Tobe.
1 orang Parabela,
  1. Wasambua.
1 orang Parabela dan 1 orang Wati,


  1. Busoa.
Busoa, Kamolaka dan Parakauna = 3 Limbo = 1 orang Parabela dan 2 orang Wati,
  1. Batauga.
1 orang Parabela dan 1 orang Wati,
  1. Laompo.
1).    Butu : 1 orang Parabela dan 1 orang Wati,
2).    Konde : sama dengan Butu.
  1. Kambe-Kambero.
1).    Kambe-Kambero,
2).    Rakia,
3).    Bantea, dan
4).    Rappa masing-masing 1 orang Parabela dan 2 orang Wati.
  1. Bola.
1).    Bola,
2).    Pabulo, dan
3).    Bente masing-masing 1 orang Parabela dan 2 orang Wati.
  1. Siompu.
1).    Kaimbulawa : 1 orang Parabela dan 2 orang Wati,
2).    Molona,
3).    Lontoi, dan
4).    Biwinapada masing-masing sama dengan Kaimbulawa.
  1. Kadatua.
1).    Kadatua,
2).    Kapoa,
3).    Banabungi, dan
4).    Uwemaasi masing-masing 1 orang Parabela dan 1 orang Wati.
  1. Sampolawa.
1 orang Parabela tinggal di Wapulaka,
  1. Burangasi.
1 orang Parabela,
  1. Lantongau.
1).    Saumolewa, dan
2).    Katukobari masing-masing 1 orang Parabela.
  1. Laporo.
1).    Wakahau,
2).    Kawu-Kawu,
3).    Wakau atau Wakase,
4).    Bugi, dan
5).    Bungi, masing-masing 1 orang Parabela dan 1 orang Wati,
6).    Katolemando,
7).    Kombeli, masing-masing 1 orang Parabela,
8).    Gonda : 1 orang parabela.

  1. Peropa.
1).    Wasuemba : 1 orang Wati,
2).    Wabula : 1 orang Parabela dan 6 orang Wati, dan
3).    Wurugana : 1 orang Parabela dan 2 orang Wati.
  1. Wolowa
1).    Wakole : 1 orang Bonto, 1 orang Pangalasa dan 1 orang Tunggu,
2).    Katimandoa : 1 orang Bonto dan 2 orang Pangalasa,
Kampung-kampung : Kantolalo, Tanamaeta, Laganda, Liaganda dan Lapatoliwu berada di bawah pengawasan Bontona Wakole serta kampung-kampung Lia Bonto berada dibawah pengawasan Bontona Katimandoa.
  1. Kanconaa.
1 orang Parabela dan 1orang Wati,
  1. Wasaga.
1).    Konde : 1 orang Parabela dan 1 orang Wati,
2).    Kahungaya : 1 orang Parabela dan 2 orang Wati.
  1. Lapodi.
1).    Lapodi, dan
2).    Labahawa masing-masing 1 orang Parabela dan 3 orang Wati.
  1. Takimpo.
1).    Takimpo, dan
2).    Lipuogena masing-masing 1 orang Parabela dan 2 orang Wati.
  1. Holimombo.
1).    Holimombo, dan
2).    Wagola masing-masing 1 orang Parabela dan 2 orang Wati,
3).    Berese : 1 orang Parabela dan 1 orang Wati,
4).    Liwumpatu : sama dengan Holimombo.
  1. Lasalimu.
1 orang Bonto, 1 orang Parabela, 1 orang Wati dan 2 orang Kaosa,
  1. Ambuau.
Sama dengan Lasalimu,
  1. Kamaru.
1).    Kamaru, dan
2).    Kamaru Litao masing-masing 1 orang Bonto dan 2 orang Wati.
  1. Lawele.
1 orang Pangalasa, 2 orang Wati dan 2 orang Kaosa,
  1. Kumbewaha.
1).    Kangaya : 1 orang Bonto dan 2 orang Wati,
2).    Matanauwe : 1 orang Parabela.
  1. Wasuamba.
1 orang Bonto, 1 orang Pangalasa, 2 orang Wati dan 2 orang Kaosa.
  1. Toruku.
1 orang Bonto dan 1 orang Pangalasa.
  1. Kalende.
Sama dengan Toruku,
  1. Boneoge.
1).    Boneoge : 1 orang Parabelaogena, 2 orang Parabela dan 4 orang Wati,
2).    Tanga,
3).    Madongka, dan
4).    Matanayo, masing-masing 1 orang Parabela.
  1. Lakudo.
1).    Lawa,
2).    Kabawo,
3).    Kadolo,
4).    Tanganalipu, dan
5).    Wadiabero, masing-masing 1 orang Bonto dan 2 orang Parabela.
  1. Bombonawulu.
1).    Matanayo, dan
2).    Sukanayo masing-masing 1 orang Bonto,
3).    Waondowolio,
4).    Wakea,
5).    Wongko, dan
6).    Obu Komba-Komba masing-masing 1 orang Parabela.
  1. Watulea.
1 orang Bonto,
  1. Waaleale.
1 orang Bonto dan 1 orang Parabela,
  1. Mone.
2 orang Parabela,
  1. Wajo.
1 orang Bonto,
  1. Lolibu.
1 orang Bonto dan 1 orang Parabela,
  1. Baruta.
1).    Baruta Analalaki, dan
2).    Baruta Maradika masing-masing 1 orang Wati.
  1. Inulu.
1).    Lagili : 1 orang Bonto, 1 orang Parabela, 4 orang Wati dan 4 orang Akanamia,
2).    Wakengku, dan
3).    Wambuloli, masing-masing 1 orang Parabela, 4 orang Wati dan 4 orang Akanamia.
  1. Wasindoli.
Sama dengan Lagili No. 69 (1),

  1. Mawasangka
1).    Mawasangka : 2 orang Bonto, 4 orang Parabela dan 8 orang Wati,
2).    Langkamu : 1 orang Bonto, 4 orang Parabela dan 8 orang Wati (Lakina Lolibu).
  1. Wasilomata.
Sama dengan Langkamu No. 71 (2).
ÿ  MATANA  SORUMBA
Yang dimaksudkan dengan “matana sorumba” ialah rakyat yang termasuk dalam daerah kadie tersebut berikut ini:
(1).   Watumotobe,
(2).   Mawasangka,
(3).   Wabula, dan
(4).   Lapandewa.
Rakyat dari keempat kampung tersebut dipandang lebih tinggi derajat kebangsaannya dari pada rakyat Papara yang lainnya sehingga karena itu kepada mereka diberikan tugas-tugas tertentu oleh syarat kerajaan dan ini dapat diuraikan garis-garis besarnya ketentuan tugas itu:
1.    Watumotobe menjaga musuh kerajaan yang datangnya dari bagian Timur,
2.    Mawasangka menjaga musuh kerajaan yang datangnya dari bagian Barat,
3.    Wabula menjaga musuh kerajaan yang datangnya dari bagian Selatan, dan
4.    Lapandewa menjaga musuh kerajaan yang datangnya dari bagian Utara. 
Matana Sorumba juga dapat bertindak sebagai mata-mata dari syarat kerajaan. Sebagai penghubung mereka di dalam suatu keperluan adalah Bontogena. Lebih jauh bahwa dalam adat keempat Matana Sorumba disebut pula dengan Bontogena Patamiana. Sebaliknya apabila kerajaan memerlukan Matana Sorumba maka harus melalui Talombo kemudian syarat kampung. Karena itulah Bontogena dan Matana Sorumba bersatu. Dalam hubungannya dengan Bontogena, perhatikan tugas kewajiban Bontogena yang telah diuraikan, Bontogena itu adalah sebagai Sultan batin dari Papara.
Matana Sorumba selanjutnya tidak mengenal perintah dari petugas lainnya dari kerajaan kecuali berasal dari Bontogena, tetapi dalam hal seperti ini khusus mengenai perintah untuk berperang. Berhubung dengan tugas-tugas tersebut di atas dan kelebihan-kelebihan yang lain dari Matana Sorumba, maka menjadikan pandangan syarat kerajaan lebih tinggi derajat kebangsaannya dari rakyat Papara lainnya.
    
ÿ  KAUM PAPARA
Bangsa Papara dapat dibagi dalam tiga (3) golongan besar masing-masing adalah:
  1. Papara bangsa “paraka”, ialah mereka yang datang menyerahkan dirinya kepada syarat Buton dengan tidak melalui perang. Dikenal mereka ini dengan rakyat yang diperintah oleh Siolipuna, karena daerah Siolipuna takluk dibawah kekuasaan Buton atas kemauannya sendiri. Daerah-daerah Siolipuna itu adalah:  
(1).   Kamaru,
(2).   Batauga ,
(3).   Waaleale,
(4).   Wawoangi,
(5).   Tumada,
(6).   Bombonawulu,
(7).   Wolowa,
(8).   Todanga,
(9).   Bola.
  1. Papara bangsa “talubirana”, ialah mereka yang berasal dari tawanan perang,
  2. Papara bangsa “kantinalo”, ialah mereka yang berasal budak beliau yang menaklukkan diri pada orang-orang yang berkuasa.
ÿ  KABUMBU  TALUANGUNA
Kabumbu Taluanguna dimaksudkan dengan kaum bangsawan yang berasal dari bangsawan Tanailandu, Tapi-Tapi dan Kumbewaha.
ÿ  BUMBUNGA  SIOANGUNA
Bumbunga Sioanguna adalah dimaksudkan dengan mereka yang berasal dari keturunan Bonto Siolimbona.
ÿ  PERSIAPAN MENGHADAPI MUSYAWARAH
Apabila Bontona Gampikaro telah mendapat perintah dari Sultan, ketetapan waktu untuk mengadakan musyawara bersama anggota syarat kerajaan maka lebih dahulu Bontona Gampikaro mempersiapkan keperluan yang dibutuhkan seperti rokok, minuman dan penganan lainnya menurut kebutuhan. Orang yang dutugaskan dalam urusan itu dinamai “mokimina pangana”, setelah siap barulah diadakan undangan “kapaliki” bahasa adat berturut-turut semua Bonto, (Bonto Inunca), Kapita dan Syahbandara kemudian menyusul pembesar-pembesar kerajaan.
Undangan senantiasa dijalankan mulai dari pejabat terendah dan demikian juga yang hadir lebih dahulu pejabat-pejabat bawahan seterusnya hingga Sapati. Perlu diuraikan bahwa pada ruangan musyawara digantungkan dengan kelambu, serta langit-langit yang dikerjakan oleh Gampikaro atas perintah Bontona Gampikaro. Demikian pula tempat duduk dari Sultan beserta kelengkapannya menjadi kewajiban dari Belobaruga. Apabila permadani sudah dibuka yang dikatakan “atobakemo paramadani” maka Bontona Gampikaro memerintahkan Belobaruga supaya tidak lagi meninggalkan ruangan musyawarah. Kalau undangan sudah hadir dengan pengertian bahwa Maharaja Sapati sudah berada diruangan sidang musyawarah, maka salah seorang anggota Belobaruga menghadap Sultan atas perintah Bontona Gampikaro, meyampaikan bahwa syarat sudah berkumpul dan sudah siap menghadapi musyawara. Penyampaikan Belobaruga itu dalam kata adat selengkapnya adalah “kupoleleiaku batua opu; kupoleleaka apesuamo oaroana akamiyu atawa oandimiyu”10) artinya “saya melaporkan kepada Tuanku, melaporkan, saya disuruh oleh bapakmu Bontona Gampikaro, Maharaja Sapati sudah hadir”.
Dalam hubungan kehadiran Sapati berarti semua undangan sudah dalam ruangan musyawarah. Kemudian kalau Belobaruga yang ditugaskan tadi mengetahui bahwa Sultan sementara santap pagi maka dengan segera ia harus kembali dan memberi tahukannya kepada Bontona Gampikaro. Demikianlah secara ringkas tata-tertib mempersiapkan musyawarah yang menjadi kewajiban Bontona Gampikaro sepanjang dalam hubungannya dengan istana.
C  TATA-TERTIB  MUSYAWARAH      
1.    Tempat musyawarah disebut Baruga atau juga dengan Galampana Syara,
2.    Sebelum pertemuan secara resmi, lebih dahulu diadakan pertemuan pendahuluan yang maksudnya supaya memudahkan dan mendapatkan bayangan serta gambaran akan keputusan yang akan diambil dan dengan demikian itu pertemuan tidak terlalu memakan waktu yang terlalu lama dan tidak tertib, 
3.    Dalam Musyawarah pertimbangan-pertimbangan senantiasa dimulai dari bawah yaitu dari pejabat bawahan seterusnya berturut-turut ke atas sampai pada akhirnya keputusan yang keluar dari Sultan. Ketetapan atau keputusan oleh Sultan inilah yang disebut “kambotu”,
4.    Anggota Siolimbona dalam musyawarah itu berbicara dan wajib karena jabatannya dengan menggunakan perkataan “katauku”, apabila memberikan sesuatu keterangan dan penjelasan mengenai adat-istiadat. Dengan kata lain keterangan Siolimbona itu mutlak benar sesuai dengan hukum adat, sesuai dengan undang-undang kerajaan. Kalau juga Siolimbona dalam keterangannya ternyata tidak benar, maka jabatannyalah yang menjadi resikonya.
Sebaliknya bagi Bonto yang lainnya diluar Bonto Siolimbona tidak pula dibenarkan oleh adat untuk menggunakan perkataan “katauku” melainkan dengan “sala katauku” di dalam memberikan keterangannya atau pendapatnya. Makna dari perkataan di atas adalah bahwa Bonto diluar Siolimbona, masih meragukan akan kebenaran katanya sehingga menggunakan perkataan tersebut. Kalau dialih bahasakan kira-kira “kalau saya tidak salah”, sedangkan bagi Bonto Siolimbona “pengetahuanku menurut adat”. Karena itu anggota Siolimbona tidak perlu ragu-ragu dalam memberikan keterangannya pada  musyawarah.
C  TATA-TERTIB  TEMPAT  DUDUK
Tempat duduk orang-orang besar kerajaan yang disebut ”pangka” tidak berubah-ubah. Demikian juga tempat duduk dari Bonto. Lain halnya dengan tempat duduk dari Bobato. Mereka ini tergantung dari tingkat umur, siapa yang tua di dalam usia, ialah yang duduk di atas. Tetapi ini juga dengan pengecualian tempat duduk dari Bobato yang tersebut “baana meja”, Kamaru dan Batauga. Untuk lebih jelasnya perhatikan skema tempat duduk pada lampiran buku ini, menurut tempat duduk dimasa pelantikan Sultan Muh. Falihi Kaimuddin dalam tahun 1938 disertai penjelasan ringkas.
C  WETI  ATAU  PAJAK
Weti dapat disamakan dengan status hukum pajak sekarang ini dimana dalam hal ini diseluruh kerajaan Buton berlaku Beberapa macam weti seperti:
ü  Jawana ialah pembayaran wajib rakyat yang dipergunakan untuk biaya perjalanan perutusan kerajaan “tao-tao” ke Jakarta Jawa pada setiap tahun yang mulai berlaku tahun 1613, setelah adanya hubungan persahabatan dengan Kompeni menurut “janji baana” Dayanu Ikhsanuddin Schot,
ü  Jupandana adalah pula untuk biaya perjalanan dari perutusan kerajaan yang berangkat ke Ujung Pandang setiap tahunnya dan mulai berlaku setelah adanya hubungan perjanjian Spoelman Simbata tahun 1667,
ü  Wetimiana adalah utusan kadie ke Ibukota kerajaan sebagai pekerja dalam Keraton dan juga sebagai petugas jaga pada masing-masing pembesar kerajaan dan pada pintu-pintu gerbang benteng11). Sewaktu-waktu dijadikan sebagai tentara kerajaan, sekurang-kurangnya sebagai cadangan. Tentara dalam bahasa adat dikatakan “suludadu”, sehingga dengan demikian penjaga benteng senantiasa dengan sebutan tersebut dan ini diatur dalam suatu ketentuan tersendiri bersama dengan Syarana Kompanyia.
ü  Kantaburakana ialah pemberian untuk Tunggu dan Bontogena dari rakyat kadie,
ü  Sandatana ialah persediaan untuk perutusan Syarat apabila berada di kadie,
ü  Kalongana dan Bantena adalah pemberian untuk Bontogena dan juga dapat terjadi sebagai persembahan kepada Sultan dan Sapati,
ü  Karandana dan Kabutuna juga merupakan pemberian untuk Bontogena, dan
ü  Keterangan tentang uang  yang berlaku dalam kerajaan asal mata uang Kompeni Belanda :
1 boka = 120 sen atau Rp. 1.20,-
1 suku = 30 sen,
1 se = 10 sen,
1 uwa = 5 sen.
Sedangkan uang kerajaan yang dikenal dengan “Kampua” terbuat dari benang yang ditenun dengan perbandingan sepuluh sen uang Kompeni sama dengan 40 lembar Kampua.
Sebagaimana diuraikan di atas uang logam asal dari uang Kompeni beredar dalam kerajaan Buton sesuai dengan isi maksud perjanjian Dayanu Ikhsanuddin Schot 1613, sehingga dengan demikian dikenallah di Wolio dengan nama-nama jenis mata uang “ringgit, rupia, suku, tali, ketip, kelip, benggol, sen dan remis”. (ringgit, rupiah, suku, tali, see, uwa, goba, doi dan kepe).
Semua weti dikumpul melalui Talombo, kemudian dari Talombo diserahkan kepada Bontogena untuk dibagikan kepada yang berhak, yang dalam hal ini Bontogena adalah juga sebagai jurubayar. Sedangkan penghasilan Talombo ialah yang disebutkan “kapalikiana”. Demikianlah keterangan ringkas tentang bentuk dari berbagai macam pajak yang menjadi kewajiban dari tiap kadie. Dan berikut ini untuk menjadi kenangan serta mungkin juga sebagai bahan perbandingan, diuraikan ketentuan besarnya weti dari tiap kadie yang penulis bagi dalam 2 bagian besar yaitu menurut palenya “pale Matanayo dan pale Sukanayo”, yang penulis peroleh bahannya dari peninggalan leluhur serta juga dalam buku Menteri timbang terima Kepala Pemerintahan Negeri Buton Kapten J. de Jong tahun 1916.
ÿ  WETI  PALE  MATANAYO
1)    Lapandewa.
Jawana 40 boka; Jupandana 4 boka; Kapalikiana 8 boka; Wetimiana 60 orang; Kalongana terdiri dari : 80 ekor ayam; 80 biji kelapa tua; 80 biji kelapa muda; 80 tandan pisang; 80 kambisa kombili; 80 keranjang bawang; 80 biji telur; Kalutuna : 40 bunga injelai; Kantaburakana 60000 jagung; Kasambangia 400 jagung; Sandatana 1200 jagung; Sadakana 40 boka,

2)    Burangasi.
Jawana 40 boka; Jupandana 1 boka; Kapalikiana 2 boka; Wetimiana 14 orang; Kalongana terdiri dari : 20 ekor ayam; 20 biji kelapa; 20 keranjang bawang; Kabutuna 25 keranjang bunga injelai; 10000jagung; Sandatana 1000 jagung,
3)    Kondowa.
Jawana 10 boka; Jupandana 1 boka; Kapalikiana 2 boka; Wetimiana 10 orang; Kalongana terdiri dari 20 kambisa kombili; 20 biji kelapa; 20 keranjang bawang; Kabutuna : 30 gantang kalame; Kantaburakana 20000 jagung; Sandatana 1 gantang dan 600 jagung,
4)    Holimombo.
Jawana 20 boka; Jupandana 2 boka; Kapalikiana 4 boka; Wetimiana 23 orang; Kalongana terdiri dari : 40 ekor ayam; 40 biji kelapa; 40 kambisa kombili; 40 keranjang bawang; 25 keranjang kalame; Kantaburakana 30000 jagung; Sandatana 1 keranjang kalame dan 600 jagung,
5)    Lapodi.
Jawana 10 boka; Jupandana 1 boka; Kapalikiana 2 boka; Wetimiana 3 orang; Kalongana terdiri dari : 20 ekor ayam; 20 biji kelapa; 20 tandang pisang; 20 batang tebu; Kabutuna : 30 keranjang lesoro; Sandatana 10 keranjang lesoro,
6)    Wasaga.
Jawana 10 boka; Jupandana 1 boka; Kapalikiana 2 boka; Kalongana terdiri dari : 20 ekor ayam; 20 biji kelapa; 20 tandang pisang; 20 batang tebu; Kabutuna 30 keranjang lesoro; Sandatana 10 keranjang lesoro,
7)    Kalende.
Jawana 10 boka dan 10 suku; Jupandana 5 suku; Kapalikiana 10 suku; Wetimiana 16 orang; Kalongana terdiri dari : 26 ekor ayam; 26 keranjang hasil kebun; 26 tandang pisang; 26 batang tebu; keleuna150 bengke dan 60 keranjang beras; Sandatana 12 keranjang hasil kebun,
8)    Lasalimu.
Jawana 13 boka dan 8 uwa; Jupandana 5 suku dan 2 uwa; Kapalikiana 10 suku dan 4 uwa; Wetimiana 22 orang; Kalongana terdiri dari : 26 ekor ayam; 26 tandang pisang; 26 biji kelapa; 26 batang tebu; 133 woha; Sandatana 13 woha,
9)    Lawele.
Jawana 5 boka; Jupandana 2 suku; Kapalikiana 1 boka; Wetimiana 40 orang; Kalongana terdiri dari : 10 ekor ayam; 10 tandang pisang; 10 batang tebu; Keleuna 60 keranjang beras; Sandatana 12 keranjang beras,
10) Watumotobe.
Jawana 25 boka; Jupandana 2 suku; Kapalikiana 5 boka; Wetimiana 40 orang; Kalongana terdiri dari : 50 ekor ayam; 50 tandang pisang; 50 biji kelapa; 50 batang tebu; Keleuna 258 keranjang hasil kebun; Sandatana 25 keranjang hasil kebun, 
11) Kambowa.
Jawana10 boka; Jupandana 1 boka; Kapalikiana 2 boka; Wetimiana tak ada; Kalongana terdiri dari : 20 ekor ayam; 20 tandang pisang; 20 biji kelapa; 20 batang tebu; Keleuna 50 keranjang hasil kebun; Sandatana 12 keranjang hasil kebun,
12) Tumada.
Jawana 5 boka; Jupandana 1 boka; Kapalikiana 2 boka; Wetimiana 3 orang; Kalongana terdiri dari : 10 ekor ayam; 10 biji kelapa; 10 tandang pisang; 10 batang tebu,
13) Kaluku.
Jawana 8 boka; Jupandana 10 ketip; Kapalikiana 1 boka dan 4 uwa; Wetimiana 4 orang; Kalongana terdiri dari : 16 ekor ayam;16 tandang pisang; 16 batang tebu; 80 ikat padi Sandatana 8 ikat padi,
14) Wou
Jawana 5 boka; Jupandana 2 suku; Kapalikiana 1 boka; Wetimiana 1 orang; Kalongana terdiri dari ; 10 ekor ayam; 10 tandang pisang; 10 biji kelapa; 10 batang tebu,
15) Lambusango.
Jawana 20 boka; Jupandana 2 boka; Kapalikiana 4 boka; Wetimiana 11orsng; Kalongana terdiri dari :40 ekor ayam; 40 tandang pisang; 40 biji kelapa; Kabutuna 2000 ikat padi; Sandatana 20 ikat padi,
16) Lea-Lea.
Jawana 3 boka dan 8 uwa; Jupandana 4 ketip; Kapalikiana 8 ketip; Wetimiana 2 orang; Kalongana terdiri dari : 6 ekor ayam; 6 tandang pisang; 6 biji kelapa muda,
17) Tobea.
Wetimiana 2 orang,
18) Lowu-Lowu.
Jawana 6 boka; Jupandana 8 ketip; Kapalikiana 5 suku dan 2 uwa; Wetimiana 7 orang; Kalongana terdiri dari 12 ekor ayam; 12 tandang pisang; 12 biji kelapa tua; 12 biji kelapa muda; Bantena 80 ikat padi; Pomuana 30 berkas injelai atau tebu; Sandatana 7 ikat padi dan 3 berkas injelai atau tebu,
19) Lakologou.
Jawana 5 boka; Jupandana 2 suku; Kapalikiana 1 boka; Kalongana terdiri dari : 10 ekor ayam; 10 tandang pisang; 10biji kelapa tua; 10biji kelapa muda; 10 batang tebu; Bantena 40 ikat padi dan 30 berkas injelai atau tebu; Sandatana 3 ikat padi dan 3berkas injelai atau tebu,
20) Galampa.
Wetimiana 1 orang,
21) Liabuku.
Jawana 7 boka dan 2 suku; Jupandana 3 suku; Kapalikiana 6 suku; Wetimiana 8 orang; Kalongana terdiri dari : 14 ekor ayam; 14 tandang pisang; 14 biji kelapa tua; 14 biji kelapa muda; 14 bambu gula; Bantena 60 ikat padi; Kahoti masasa 12 periuk berisi makanan; Kahoti mamata 18 lambera enau; Sandatana 14 ikat padi,
22) Kaesabu.
Sama dengan Liabuku kecuali gula dan Kahoti masasa/mamata masing-masing 16 lambera serta Sandatana 30 ikat padi,
23) Kokalukuna.
Jawana 3 boka dan 8 uwa; Jupandana 4 ketip; Kapalikiana 8 ketip; Wetimiana 1 orang; Kalongana terdiri dari : 6 ekor ayam; 6 biji kelapa tua; 6 biji kelapa muda; 6 tandang pisang; Bantena 30 ikat padi; Sandatana 30 ikat padi,
24) Bombonawulu.
Jawana 40 boka; Jupandana 4 boka; Kapalikiana 8 boka; Wetimiana 61 orang; Kalongana terdiri dari : 80 ekor ayam; 80 biji kelapa tua; 80 biji kelapa muda; 80 biji labu; 80 keranjang bawang; 1600 biji jagung; Fitarana 120 gantang; Kantaburakana 100000 jagung; Kabutuna 4000 kombili; Sandatana 400 biji jagung; dan 12 berkas injelai atau tebu,
25) Lakudo.
Jawana 30 boka; Jupandana 3 boka; Kapalikiana 6 boka; Wetimiana 38 orang; Kalongana terdiri dari : 60 kambisa kombili; 60 biji labu; 60 biji kelapa tua; 60 biji kelapa tua; Kabutuna 3000 kombili; Pomuana 120 berkas injelai atau tebu; Kantaburakana 60000 jagung; Sandatana 3000 biji kombili dan 12 berkas injelai atau tebu,
26) Wajo.
Wetimiana 2 orang; adana tawo/sewa laut = 60 boka setahun dan 10 ekor ikan besar,
27) Inulu.
Jawana 10 boka; Jupandana 1 boka; Kapalikiana 2 boka; Wetimiana 12 orang; Kalongana terdiri dari 20 ekor ayam; 20 kambisa kombili; 20 biji kelapa tua; 20 biji kelapa muda; Kantaburakana 1600 jagung; Kabutuna 1000 biji ubi dan 60 berkas injelai atau tebu; Sandatana 1000 biji ubi dan 6 berkas injelai atau tebu,
28) Tobe-Tobe.
Jawana 3 boka dan 8 uwa; Jupandana 8 uwa; Kapalikiana 8 ketip; Wetimiana 2 orang; Kalongana terdiri dari ; 6 ekor ayam; 6 biji kelapa tua; 6 biji kelapa muda; 6 tandang pisang; Bantena 30 ikat padi dan 30 berkas injelai atau tebu,
29) Batauga.
Jawana 3 boka dan 8 uwa; Jupandana 8 uwa; Kapalikiana 8 ketip; Wetimiana 3 orang; Kalongana terdiri dari : 6 ekor ayam; 6 biji kelapa tua; 6 biji kelapa muda; 6 tandang pisang; 6 batang tebu; Bantena 30 ikat padi dan 30 ikat berkas injelai atau tebu,



30) Kalamea.
Jawana 3 boka 8 uwa; Jupandana 8 uwa; Wetimiana 2 orang; Kalongana terdiri dari : 6 ekor ayam; 6 kapungu; 6 tandang pisang; 6 biji kelapa tua; 6 biji kelapa muda; Bantena 30 ikat padi dan 12 periuk Kahoti masasa.
ÿ  WETI  PALE  SUKANAYO
1)      Wabula.
Jawana 40 boka; Jupandana 4 boka; Kapalikiana 8 boka; Wetimiana 51 orang; Kalongana terdiri dari: 80 ekor ayam; 80 biji kelapa; 80 keranjang bawang; 80 biji telur ayam; 36 keranjang kalame; Kasambangina 4000 biji ubi; Kantaburakana 60000 jagung; Sandatana 1 keranjang kalame dan 400 jagung,
2)      Siompu.
Jawana 40 boka; Jupandana 4 boka; Kapalikiana 8 boka; Wetimiana 56 orang; Kalongana terdiri dari : 80 bambu berisi kajang ijo; 80 ekor ayam; 80 biji kelapa tua; 80 biji kelapa muda; 80 tandang pisang; Bantena 80 ikat wijen; Sandatana 12 ikat wijen,
3)      Kadatua.
Jawana 5 boka; Jupandana 2 suku; kapalikia 1 boka; Wetimiana 4 orang; Kalongana terdiri dari : 10 ekor ayam; 10 biji kelapa tua; 10 biji kelapa muda; 10 tandang pisang; Bantena 12 ikat kacang ijo,
4)      Katobengke.
Jawana 10 boka; Jupandana 1 boka; Kapalikiana 2 boka; Wetimiana 8 orang; Kalongana terdiri dari : 20 ekor ayam; 20 biji kelapa tua; 20 biji kelapa muda; dan 120 berkas injelai atau tebu,
5)      Burukene.
Jawana 5 boka; Jupandana 2 suku; Kapalikiana 1 boka; Wetimiana 5 orang; Kalongana terdiri dari : 10 ekor ayam; 10 biji kelapa tua; 10 biji kelapa muda; 10 tandang pisang; Bantena 30 ikat padi dan 30 berkas injelai atau tebu,
6)      Labalawa.
Jawana 20 boka; Jupandana 2 boka; Kapalikiana 4 boka; Wetimiana 8 orang; Kalongana terdiri dari : 20 biji kelapa muda; 20 tandang pisang; Bantena terdiri dari : 120 ikat padi dan 120 berkas injelai,
7)      Wurugana.
Jawana 10 boka; Jupandana 1 boka; Kapalikiana 2 boka; Wetimiana 8 orang; Kalongana terdiri dari : 20 ekor ayam; 20 biji kelapa tua; 20 biji kelapa muda; Bantena terdiri dari : 120 ikat padi; 32 kolobe Kahoti mamata; 12 periuk Kahoti masasa dan 10 ikat padi,
8)      Wasambua.
Jawana 5 boka; Jupandana 2 suku; Kapalikiana 1 boka;Wetimiana 3 orang; Kalongana terdiri dari : 10 ekor ayam; 10 biji kelapa tua; 10 biji kelapa muda; 10 tandang pisang; Bantena 32 kolobe Kahoti mamata dan 12 priuk Kahoti masasa,
9)      Kambe-Kambero.
Jawana 10 boka; Jupandana 1 boka; Kapalikiana 2 boka; Wetimiana 8 orang; Kalongana terdiri dari : 20 ekor ayam; 20 biji kelapa tua; 20 biji kelapa muda; 20 tandang pisang; 20 berkas injelai; 20 keranjang karanda; Kabutuna 1000 biji kombili; Kantaburakana 4000 biji jagung; Sandatana 100 biji kombili,
10)   Bola.
Jawana 13 boka dan 8 uwa; Jupandana 5 suku dan 2 uwa; Kapalikiana 10 suku dan 4 uwa; Wetimiana 13 orang; Kalongana terdiri dari : 26 ekor ayam; 26 biji kelapa tua; 26 biji kelapa muda; 26 tandang pisang; Kabutuna 1333 biji ubi; Kantaburakana 11000 biji kombili; Sandatana 1333 biji ubi,
11)   Wawoangi.
Jawana 20 boka; Jupandana 2 boka; Kapalikiana 4 boka; Wetimiana 30 orang; Kalongana terdiri dari : 40 ekor ayam; 40 biji kelapa tua; 40 biji kelapa muda; 40 tandang pisang; 40 keranjang ubi; untuk Karandana; Kabutuna 4000 biji ubi; Kantaburakana 40000 jagung; Sandatana 400 jagung/ubi,
12)   Saumolewa.
Jawana 3 boka dan 8 uwa; Jupandana 4 ketip; Kapalikiana 8 ketip; Wetimiana 6 orang; Kalongana terdiri dari : 6 ekor ayam; 6 biji kelapa tua; 6 biji kelapa muda; 6 tandang pisang; Kabutuna 12 boka atau 30 kapungu,
13)   Sampolawa.
Wetimiana 2 orang;
14)   Takimpo.
Jawana 30 boka; Jupandana 3 boka; Kapalikiana 6 boka; Wetimiana 32 orang; Kalongana terdiri dari : 60 ekor ayam; 60 kambisa hasil tanah; 60 tandang pisang; 60 biji kelapa tua; 60 biji kelapa muda; Kabutuna 46 keranjang bunga injelai; Kantaburakana 30000 jagung; Sandatana terdiri dari : 1 keranjang bunga injelai dan 3000 jagung,
15)   Kumbewaha.
Jawana 10 boka; Jupandana 1 boka; Kapalikiana 2 boka; Wetimiana 8 orang; Kalongana terdiri dari : 20 ekor ayam; 20 tandang pisang; 20 biji kelapa; 20 batang tebu; 300 ikat padi; 100 keranjang bawang disertai uang 10 boka,
16)   Kamaru.
Jawana 3 boka; Jupandana 4 ketip; Kapalikiana 8 ketip; Wetimiana 10 orang; Kalongana terdiri dari : 6 ekor ayam; 6 biji kelapa; 6 batang tebu; 6 tandang pisang; 40 keranjang beras; Sandatana 3 keranjang beras,


17)   Todanga.
Jawana 15 boka; Jupandana 6 suku; Kapalikiana 3 boka; Wetimiana 15 orang; Kalongana terdiri dari : 30 ekor ayam; 30 batang tebu; 30 tandang pisang; Kabutuna 1500 jagung; Sandatana 15 ikat padi,
18)   Lipumalanga.
Jawana 5 boka; Jupandana 2 suku; Kapalikiana 1 boka; Wetimiana 6 orang; Kalongana terdiri dari : 10 ekor ayam; 10 biji kelapa tua; 10 biji kelapa muda; 10 batang tebu,
19)   Lambelu.
Sama dengan Lipumalanga kecuali Wetimiana hanya 2 orang saja,
20)   Koroni.
Jawana 3 boka dan 8 uwa; Jupandana 4 ketip; Kapalikiana 8 ketip; Kalongana terdiri dari : 6 ekor ayam; 6 tandang pisang; 6 biji kelapa; 6 batang tebu,
21)   Tolaki.
Jawana 10 boka; Jupandana 1 boka; Kapalikiana 2 boka Wetimiana 5 orang; Kalongana terdiri dari : 20 ekor ayam; 20 biji kelapa; 20 tandang pisang; 20 keranjang kombili,
22)   Kampeonaho.
Jawana 5 boka; Jupandana 2 suku; Kapalikiana 1 boka; Wetimiana 3 orang; Kalongana terdiri dari : 10 ekor ayam; 10 biji kelapa tua; 10 biji kelapa muda; 10 tandang pisang; 10 batang tebu; Bantena 30 ikat padi dan 12 periuk Kahoti masasa,
23)   Kamelanta.
Wetimiana 3 orang
24)   Baruta.
Jawana 5 boka; Jupandana 2 suku; Kapalikiana 1 boka; Wetimiana 6 orang; Kalongana terdiri dari : 10 ekor ayam; 10 biji kelapa tua; 10 biji kelapa muda; 10 tandang pisang; Bantena 30 berkas injelai dan 12 periuk Kahoti masasa; Sandatana 3 ikat padi dan 3 berkas injelai,
25)   Mone.
Jawana 5 boka; Jupandana 2 suku; Kapalikiana 1 boka; Wetimiana 6 orang; Kalongana terdiri dari : 10 ekor ayam;10 biji kelapa; 10 tandang pisang; 10 batang tebu; Kabutuna 500 biji kombili; Kantaburakana 4000 jagung; Sandatana Talombo 50 biji kombili,
26)   Lolibu.
Jawana 13 boka dan 8 uwa; Jupandana 5 suku dan 2 uwa; Kapalikiana 10 suku dan 4 uwa; Wetimiana 19 orang; Kalongana terdiri dari : 26 ekor ayam; 26 biji kelapa; 26 batang tebu; 26 kambisa kombili; 26 tandang pisang; Kabutuna terdiri dari : 1333 kombili; 80 berkas injelai; Kantaburakana 13303 jagung; Sandatana 133 biji kombili,
27)   Boneoge.
Jawana 20 boka; Jupandana 2 boka; Kapalikiana 4 boka; Wetimiana 20 orang; Kalongana terdiri dari : 40 ekor ayam; 40 biji labu; 40 biji kelapa tua; 40 biji kelapa muda; 40 kambisa kombili; 40 tandang pisang; Kabutuna terdiri dari : 2000 biji kombili; 120 berkas injelai; Sandatana 200 kombili dan 6 berkas Injelai,
28)   Katukobari.
Jawana 5 boka; Jupandana 2 suku; Kapalikiana 1 boka; Wetimiana 3 orang; Kalongana terdiri dari : 10 ekor ayam; 10 kambisa ubi; 10 tandang pisang; 10 biji labu; 10 biji kelapa tua; 10 biji kelapa muda; Kabutuna 500 biji ubi; Kasambangia 5000 biji ubi; Sandatana 50 biji ubi,
29)   Lalibo.
Jawana 10 boka; Jupandana 1 boka; Kapalikiana 2 boka; Wetimiana 10 orang; Kalongana terdiri dari : 20 ekor ayam; 20 kambisa kombili; 20 biji kelapa tua; 20 biji kelapa muda; 20 biji labu; Kabutuna 1000 biji ubi; Kasambangia 1000 biji ubi; Sandatana 100 biji ubi,
30)   Kooe.
Sama dengan Lalibo kecuali Wetimiana 10 orang dan Kalongana ditambah dengan 20 tandang pisang.
ÿ  JUMLAH SEMUA WETI PALE MATANAYO
Jawana 321 boka 14 suku dan 8 uwa                           =      Rp.       391,80.-
Jupandana 26 boka, 34 suku, 22 ketip dan 26 uwa   =      Rp.          38,90.-
Kapalikiana 48 boka, 55 suku, 40 ketip dan 10 uwa   =      Rp.          77,60.-
Sandatana 40 boka                                                           =      Rp.          48,00.-
Antona tawo 60 boka                                                        =      Rp.          72,00.-
Antona tawo 10 ekor ikan besar,
Wetimiana 169 orang,
Kalongana terdiri dari :
  1. Ayam                    648 ekor,
  2. Labu                     140 biji,
  3. Pisang                 409 tandang,
  4. Kelapa tua           594 biji,
  5. Kelapa muda      320 biji,
  6. Telur ayam          80 butir,
  7. Kombili                252 kambisa,
  8. bawang                240 keranjang,
  9. Jagung                1600 biji,
  10. Tebu                     264 batang,
  11. Gula air                14 bambu,
Kabutuna terdiri dari :
  1. Injelai                   125 berkas,
  2. Kalame                55 gantang,
  3. Padi                      2430 ikat,
  4. Padi gaba            30 keranjang,
  5. Beras                    420 keranjang = 7 sampai 8 liter satu keranjang,
  6. Beras                          150 bengke = 1 bengke 1 ½ liter
  7. Woha hasil kebun   133,
  8. Kombili                      4000 biji,                             
  9. ubi                              1000 biji,
Kantaburakana                    280000 jagung,
Kasambangia                       400 jagung,
Sandatana terdiri dari :
  1. Jagung                      4400 biji,
  2. Padi                            51 ikat,
  3. Padi                            13 keranjang,
  4. Beras                          49 keranjang,
  5. Injelai                         36 berkas,
  6. Kombili                      3000 biji,
  7. Ubi                              100 biji,
  8. Woha hasil tanah    13,
Bantena terdiri dari :
  1. Padi                            420 ikat,
  2. Kahoti masasa         40 periuk,
  3. Kahoti mamata         24 lambera enau,
  4. Injelai                         90 berkas,
  5. Pomuana                  30 berkas.
ÿ  JUMLAH SEMUA WETI PALE SUKANAYO
Jawana 350 boka dan 40 uwa                                        =      Rp.       404.00,-
Jupandana 24 boka, 30 suku, 12 ketip dan 4 uwa      =      Rp.          40.00,-
Kapalikiana 50 boka, 20 suku, 24 ketip dan 8 uwa     =      Rp.          80.80,-
Wetimiana 368 orang,
Kalongana terdiri dari :
  1. Ayam                          580 ekor,
2.    Labu                           126 biji,
3.    Pisang                       520 tandang,
4.    Kelapa tua                 660 biji,
5.    Kelapa muda            462 biji,
6.    Telur ayam                80 butir,
7.    Kombili                      256 keranjang,
8.    Bawang                     180 keranjang,
9.    Injelai                         140 berkas,
10. Padi                            300 ikat,
11. Beras                          40 keranjang,
12. Tebu                           92 batang,
13.  Kuna-kuna (Kalame)  116 bambu/keranjang,
14.  Mata uang                 10 boka = Rp. 12.00,-

Kabutuna terdiri dari :
  1. Injelai                         246 berkas,
  2. Padi                            1500 ikat,
  3. Kombili                      12660 biji,
  4. Mata uang 12 boka  Rp. 14.10,-
  5. Kapungu                   30 biji,
Kantaburakana                    198303 biji jagung,
Kasambangia                       2900 biji jagung,
Sandatana terdiri dari :
  1. Kalame                      1 keranjang,
  2. Padi                            18 ikat dan 3 keranjang gaba,
  3. Wijin                           12 ikat,
  4. Injelai                         10 berkas,
  5. Kombili                      1216 biji,
  6. jagung                       7000 biji,
Bantena terdiri dari :
  1. Padi                            330 ikat,
  2. Kahoti masasa         48 periuk,
  3. Kahoti mamata         64 kolobe,
  4. Injelai                         180 berkas,
  5. kacang ijo                  252 ikat,
  6. Sandatana italombo    50 biji ubi.
C  HAK RAKYAT ATAS TANAH
Sehubungan dengan diundangkannya undang-undang kerajaan, maka mengenai pertahanan juga telah ditetapkan dengan suatu peraturan yang lazim dengan namanya “pitu pulu rua kadiena”. Rakyat mempunyai hak sepenuhnya atas menduduki tanah di dalam kerajaan untuk berkebun maupun tempat membangun rumah atas petunjuk serta izin dari syarat kampungnya. Kalau seseorang pidah ke kampung lain di luar dari Kadienya, baik sendiri maupun secara berkelompok dengan maksud membuka tanah perkebunan, kepada mereka ini diwajibkan untuk membayar sewa tanah kepada syarat dari kadie tempatnya membuka kebun dengan pertimbangan hasil yang diperolehnya 1 :12 artinya tiap 120 biji jagung, sewa yang harus dibayar adalah 10 biji. Kalau mereka itu pidah terus sehingga sudah menjadi warga kadie yang ditempatinya itu, maka mereka tidak diwajibkan lagi untuk membayar sewa tanah.
Dijelaskan bahwa sewa tanah tersebut menjadi penghasilan dari syarat kadie, sedangkan Tunggu-tunggu tidak dapat mencampurinya, kecuali pada waktu menerima sewa tanah, Tunggu-tunggu sementara berada di dalam kadie. Itu pun tergantung atas pertimbangan dan keputusan dari syarat kampung/kadie, namun dalam hal ini sebenarnya diberikan juga kepada Tunggu-tunggu.
Kaum bangsawan dan walaka tidak diberikan daerah tertentu selain dalam benteng Keraton dan sekitarnya (sepanjang tidak termasuk daerah kadie) tetapi diberikan kelonggaran untuk membuka tanah perkebunan di dalam kadie dengan tidak dipungut sewa tanah, tetapi juga harus melalui persetujuan dari syarat kampung/kadie. Apabila tanah garapannya telah ditinggalkan oleh mereka ini, maka karena hukum adat, tanah beserta isinya kembali menjadi milik kadie dan bekas pemiliknya dapat mengambil isinya apabila berada kembali di kadie. Sedangkan syarat kadie tidak dapat dituntut apabila memungut hasil dari tanah garapan bangsawan/walaka tadi sepanjang menyangkut kepentingan umum dan tidak dibenarkan untuk keperluan pribadi/perorangan.
Apabila timbul sengketa tanah dari kadie, maka syarat kadie dari kedua pihak yang berselisih mengadakan pertemuan dengan didampingi dan disaksikan oleh masing-masing Tunggu-tunggu. Kalau tidak juga diperoleh perdamaian maka persoalan diteruskan kepada syarat kerajaan untuk diputuskan dan keputusan yang diambil oleh syarat kerajaan tidak dapat dibantah tugasnya keputusan yang mengikat.
Satu-satunya suku kalau kerajaan yang tidak diberikan tanah tertentu diluar kaum bangsawan dan walaka adalah suku Laporo. Hal ini karena tugasnya yang khusus dari syarat kerajaan tugas mana mereka diwajibkan mencari sulu untuk menerangkan lampu pada mesjid Keraton dan keperluan pembesar-pembesar kerajaan serta syarat pada keseluruhannya. Dan inilah satu-satunya tugas suku Laporo dalam kerajaan. Kemudian untuk tanah perkebunan kepada suku Laporo diberikan kesempatan dimana saja dalam kerajaan, tetapi harus pula dengan setahu dan petunjuk dari syarat kadie yang bersangkutan.
Demikian ketentuan yang berlaku bagi suku Laporo karena pada umumnya mereka masih sementara dalam tugasnya mencari sulu musim berkebun sudah tiba. Karena itulah dimana mereka berada pada waktu menjalankan tugasnya disitulah mereka membuka tanah perkebunan.
1.    Turakia yaitu hak pakai turun temurun,
2.    Katampai yaitu hak milik berasal pemberian kerajaan,
3.    Tanah pekuburan,
4.    Tanah dalam Benteng Keraton,
5.    Tanah bebas, dan
6.    Kaombo.
#  TURAKIA
#  KATAMPAI
<  Katampai Wa Ode Wau
<  Katampai Bontona Gundu-Gundu Mancuana Lambalao
<  Katampai Bontona Laompo
<  Katampai Mojina Kalau Abdullah
<  Katampai Bontogena I Wantiro La Saompula
#  TANAH PEKUBURAN
#  TANAH DALAM BENTENG KERATON
#  TANAH BEBAS
#  KAOMBO
Comments
0 Comments

0 comments:

Post a Comment

Social Icons

Sample Text

Featured Posts

 

FB FLy

Jempolnya, Like This !!!

FB Fly

Jempolnya, Like This !!!

Kursor

Animated Purple Gitter Skull