" Jika cinta itu LOOPING while (Love) { withYouForever(); protectYou(); lovingYou(); makeYouHappy(); eternalLove(); }"

 

Tuesday, May 27, 2014

Kota Mara

0 comments


Pemerintah Kota Baubau dimasa pemerintahan Walikota pertama Drs. MZ Amirul Tamim, M.Si mulai eksis mengembalikan nama kebesaran budaya Buton di masa lalu. Nama dan istilah budaya Buton satu persatu kembali terdengar. Bahkan dianjurkan pula bagi para siswa di setiap jenjang pendidikan agar diberikan pelajaran sejarah lokal guna mengenang dan melestarikan nilai budaya di masa lalu.

Di sepanjang tahun 2006, masyarakat Kota Baubau dialihkan perhatiannya di beberapa kawasan eks peninggalan sejarah budaya yang memiliki nilai historis mendalam bagi masyarakat Buton. Salah satu kawasan sejarah itu adalah 'Kotamara' yang berada di sepanjang garis pantai antara Kelurahan Wameo, Kaobula dan Nganganaumala (kini wilayah kecamatan Murhum yang baru mekar dari kecamatan Betoambari). Dan kini tengah dipersiapkan untuk direklamasi untuk pembangunan Islamic Center dan dipersiapkan menjadi kawasan elit yang dilengkapi dengan berbagai fasilitas diantaranya pendidikan dan rekreasi. 

Bagi sebagian masyarakat Kota Baubau dan Buton secara umum apalagi generasi sekarang mungkin hanya sekedar mendengar nama `Kotamara'. Namun latar belakang pemberian nama serta apa yang terjadi di Kotamara di masa lalu pun tak pernah terlintas. Dalam sebuah sumber sejarah Buton di masa pemerintahan Sultan Mardan Ali (Sultan Buton V111 antara 1647-1654) yang dibunuh karena melanggar hukum agama Islam, kawasan ini pernah ditepati oleh Kompeni Belanda.

Ketika itu tahun 1654 Sultan Ternate ‘Mandarsyah’ dan seorang panglima perang Belanda De Vlaming hendak mengunjungi Buton untuk mengadakan perjanjian. Namun karena Sultan telah dibunuh dan ketika itu belum memiliki pengganti. Oktober 1654 Sultan Mandarsyah dan De Vlaming maka mereka kembali ke Ambon. 

Di Buton, kompeni Belanda diberikan izin untuk mendirikan 2 buah benteng pertahanan di Kotamara. Kotamara artinya Kota Muara atau Benteng di Muara Sungai. (Kota dalam bahasa Wolio berarti benteng). Ada juga yang mengartikan Kotamara adalah Kota/benteng Merak. Karena ketika itu kompeni Belanda yang mendirikan benteng di kawasan itu baru saja kembali dari peperangan di Amboina banyak membawa Burung Merak.

Benteng di Kotamara ditempati para serdadu Belanda ditambah 40 serdadu Belanda yang semula pengawal Sultan Mardan Ali. Para serdadu tersebut semula mengawal Sultan sebagai bentuk penghargaan De Vlaming karena Sultan berbaik hati tetap membiarkan para serdadu Belanda hidup dan tinggal sementara di Buton setelah kejadian terdamparnya 5 kapal Belanda di Sagori (Pulau Kabaena) tahun 1650. Nama Kapal tersebut yakni De Teger, Berknop Zoon, Ante Kerte, De Loewitpart dan De Yuver.

Setelah Sultan Buton VIII (Mardan Ali atau Sultan Gogoli Liwuto) meninggal digantikan Sultan IX yang bernama Oputa Musuruna Arataana (La Awu) dengan gelar Sultan Malik Sirullah. Suasana berkabung masih menyelimuti Kesultanan Buton atas meninggalnya Sultan VIII. Tahun 1655 sebuah kapal perang milik Belanda dari Batavia (Jakarta ) datang ke Buton hendak memperkuat pertahanan di Kotamara yang dipimpin Komondur Roos.

Kondisi ini dinilai sultan sebuah ancaman dan saat itulah Sultan memerintahkan prajurit kesultanan untuk menggempur habis benteng Kotamara dan mengusir Belanda dari Buton. Meski sempat mengadakan perlawanan, namun akhirnya pasukan Belanda tidak dapat bertahan dan melarikan diri ke Kapal kembali ke Batavia . Sedangkan 2 buah benteng di Kotamara oleh Syara Buton telah diratakan dengan tanah.

Saat ini kawasan pantai Kotamara masih tampak dengan daratan yang rata memanjang, kering ketika air laut surut. Sebuah bukti bahwa di masa lalu kawasan ini teimasuk kawasan pertama di luar Benteng Kraton Buton. Karena sempat berdiri 2 benteng pertahanan para serdadu Belanda. 




Comments
0 Comments

0 comments:

Post a Comment

Social Icons

Sample Text

Featured Posts

 

FB FLy

Jempolnya, Like This !!!

FB Fly

Jempolnya, Like This !!!

Kursor

Animated Purple Gitter Skull