" Jika cinta itu LOOPING while (Love) { withYouForever(); protectYou(); lovingYou(); makeYouHappy(); eternalLove(); }"

 

Tuesday, May 27, 2014

Cerita Batu Poaro

0 comments
Diriwayatkan dalam lembaran sejarah budaya Buton tentang peristiwa hadirnya Syekh Akbar Maulana Sayid Abdul Wahid di negeri Buton tahun 1526 M. Beliau adalah cucu dari Imam besar Abdul Qadir Jaelani dari pihak ibu, sedangkan ayahnya adalah Sultan Sulaiman Sarif Ali, putra dari Imam Muhammad Ali Idrus Aden yang memiliki keturunan Wa Ode Nambo Yi Tanto atau Wa Salabose. Ketika itu masih zaman pemerintahan Raja Mulae (Raja Buton V).


Peristiwa ini menggegegerkan Syara atau staf Kerajaan karena kehadiran Syekh Akbar Maulana Sayid Abdul Wahid dianggap memecah belah kerajaan Buton. Karena kondisi yang tidak menguntungkan Syekh Akbar Maulana Sayid Abdul Wahid diusir oleh staf kerajaan dan melarikan diri di teluk Wameo (Salah satu nama keluharan yang berada di pesisir pantai kecamatan.

Betoambari) dan memilih dua buah batu sebagai tempat pijakan kaki. Atas izin Allah SWT kedua batu tersebut terapung sehingga dapat digunakan sebagai tumpangan untuk melarikan diri. Sedangkan sorban yang dikenakannya digunakan sebagai layar. Peristiwa inilah yang oleh masyarakat Buton mengenalnya dengan munculnya salah satu situs bersejarah yaitu ‘Batu Poaro’ atau batu berhadapan.
Oleh masyarakat Buton, nama Batu Poaro yang terletak di Lingkungan Ponda kelurahan Wameo ini diyakini sebagai salah satu situs sejarah. Namun sayang, masih banyak yang belum mengetahui sejarahnya.

Peristiwa luar biasa inilah yang menimbulkan kesadaran bagi staf kerajaan bahwa kedatangan Syekh Akbar Maulana Sayid Abdul Wahid bermaksud baik. Ketika itu mereka pun langsung melambaikan tangan kearah Syekh Akbar Maulana Sayid Abdul Wahid namun tidak dihiraukan. Syekh Akbar Maulana Sayid Abdul Wahid tetap melanjutkan perjalanan. Dalam sejarah budaya Buton dicantumkan kepergian Syekh Akbar Maulana Sayid Abdul Wahid menuju Gresik tanah Jawa kemudian menuju Johor dan kembali ke Madinah.

Dua belas tahun kemudian tepatnya 1538 M, Syekh Akbar Maulana Sayid Abdul Wahid dikabarkan kembali mendarat di Burangasi wilayah kecamatan Sampolawa bersama isterinya Wa Ode Solo yang disertai Salahuddin.

Ketika itu raja yang memerintah negeri Buton adalah Murhum (raja Buton VI) dan langsung menyabut dengan baik kedatangan mereka. Bahkan oleh Raja Murhum menganjurkan kepada syara kerajaan agar mereka langsung ditempatkan di ruang tengah istana Raja. Sebagai tanda hormat, raja memasang kelambu yang menutup seluruh ruangan yang akan ditempati oleh Syekh Akbar Maulana Sayid Abdul Wahid bersama isterinya Wa Ode Solo.

 Syekh Akbar Maulana Sayid Abdul Wahid mulai mengajarkan Syariat Islam untuk menyembah Allah SWT dan mengakui Nabi Muhammad sebagai utusan-Nya. Anjuran ini pertama kali disampaikan kepada Raja Laki Laponto (Murhum) dan seluruh staf kerajaan.

Mendengar dan melihat raja Murhum serta permaisuri dan seluruh staf kerajaan telah mengerjakan syariat Islam seperti yang dianjurkan Syekh Akbar Maulana Sayid Abdul Wahid tanpa dipaksa seluruh rakyat Buton mendalami ajaran Islam.

Sekitar dua Tahun masa pemerintahan Murhum sebagai raja Buton dan ketika itu pun seluruh staf kerajaan dan masyarakat telah memperdalam agama Islam, Syekh Akbar Maulana Sayid Abdul Wahid melantik Laki La Ponto atau Murhum sebagai Sultan Buton pertama. Dalam sejarah tercatat peristiwa itu terjadi pada tahun 948 H atau 1538 M.

Usai pelantikan dengan pemutaran payung kerajaan, Syekh Akbar Maulana Sayid Abdul Wahid menuliskan aksara Arab pada bendera kebesaran (Ula-Ula) dengan tulisan ‘Asshulthaana Qaimuddin’ kemudian memberi gelar padanya ‘Ashulthaani Muhammad Yisa Qaimuddin).

Inilah sekilas tentang masuknya ajaran Islam di Tanah Buton sekaligus menandai berawalnya pemerintahan Kesultanan Buton. Serta secuil pemaparan tentang situs ‘Batu Poaro’ yang kini menjadi sebuah lirik Lagu Buton yang sangat dikenal masyarakat Buton pada umumnya.

Dalam perencanaan pembangunan Kota Mara, pemerintah Kota Baubau merencanakan agar Batu Poaro ini dijadikan sebuah situs yang bakal menjadi pusat kajian dan penelitian yang melengkapi kehadiran Islamic Centre yang dibangun disepanjang pesisir pantai. (Ringkasan cerita ini disadur Dari buku riwayat Singkat Salinan Qitab Sejarah terjadinya Negeri Buton dan Muna). Ini hanya sebuah versi, untuk menggugah hati dalam mempelajari dan memahami makna sejarah.
Comments
0 Comments

0 comments:

Post a Comment

Social Icons

Sample Text

Featured Posts

 

FB FLy

Jempolnya, Like This !!!

FB Fly

Jempolnya, Like This !!!

Kursor

Animated Purple Gitter Skull